AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meningkatkan literasi masyarakat mengenai konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) yang aman. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi persoalan konsumsi GGL yang berlebih di Indonesia yang dapat berakibat pada berbagai penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas.
"BPOM juga melakukan peningkatan literasi masyarakat melalui KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) kepada masyarakat," kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM Ema Setyawati dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panitia Kerja Pengawasan Produk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji dengan Kandungan Gula, Garam, Lemak Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (1/7/2024).
Selain itu, BPOM juga menghadirkan logo pilihan lebih sehat untuk memudahkan masyarakat menentukan produk pangan yang sehat. Ema menjelaskan pangan olahan dengan logo pilihan lebih sehat menandakan produk pangan terkait telah memenuhi kriteria "lebih sehat" berdasarkan kandungan gizi yang ada di dalamnya, apabila dibandingkan dengan produk sejenisnya jika dikonsumsi dalam jumlah yang wajar.
Adapun persyaratan pencantuman logo itu meliputi pemenuhan terhadap kriteria profil gizi, mulai dari kandungan maksimum gula, garam, dan lemak, kandungan minimum zat gizi positif seperti kalsium dan serat, serta tidak menggunakan bahan tambahan pangan (BTP) pemanis untuk yang dipersyaratkan kandungan gula. Sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal (Plt Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Yudhi Pramono telah menyampaikan bahwa upaya memastikan produk pangan dengan kandungan GGL yang aman bagi masyarakat memerlukan kolaborasi dari seluruh pihak terkait, termasuk BPOM.
Yudhi pun telah menyampaikan kondisi konsumsi pangan mengandung gula, garam, dan lemak di Indonesia. Ia mengatakan data dari GlobalData Q2 2021 Consumer Survey pada Juni 2021 menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan tingkat konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tertinggi di Asia Pasifik.
"Hal ini menjadi salah satu perhatian yang sangat penting untuk diintervensi dalam pengendalian konsumsi gula di Indonesia," ucapnya.
Diketahui bahwa MBDK dapat berisiko meningkatkan kejadian obesitas, diabetes, hipertensi, dan kematian akibat penyakit jantung koroner. Selanjutnya, Yudhi menyampaikan pula bahwa Survei Konsumsi Makanan Individu dari Litbangkes pada 2014 menunjukkan rerata konsumsi garam penduduk Indonesia 2764 mg/orang/hari. Lalu, Survei Konsumsi Makanan Individu pada 2015 menunjukkan sebesar 27 persen penduduk Indonesia sudah mengonsumsi lemak total melebihi batas rekomendasi per hari atau sudah melebihi 67 gram per hari.