Lingkungan startup
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Pendiri dan CEO startup Pinhome Dayu Dara Permata juga mengemukakan pendapatnya mengenai cara mengubah budaya yang tidak ramah menjadi ramah terhadap perempuan di tempat kerja. Berhubung Dara bergerak di bisnis startup yang cenderung lebih fleksibel, Dara lebih menekankan pentingnya memulai perubahan dari diri sendiri, dengan wawasan dan kesadaran yang penuh mengenai isu kesetaraan gender.
“Kita perlu memulai dari diri sendiri, mengedukasi diri sendiri. Lalu memengaruhi orang terdekat,” tutur Dara.
Edukasi tersebut setidak-tidaknya dialami oleh orang-orang dengan pemikiran yang progresif. Ketika diri sendiri mampu memiliki bekal yang baik tentang isu kesetaraan gender, disusul dengan memengaruhi lingkungan terdekat, hingga akhirnya bisa berdampak pada lingkungan kerja yang lebih luas. Itu selayaknya konsep kurva terbalik.
“Kalau itu sudah bisa terjadi, sambil kita menunggu ada regulasi yang lebih ketat, misalnya kode perilaku. Kalau kode perilaku jadi, antara lain yang wajib spesifik mengenai kesetaraan gender, saya rasa itu akan bisa lebih cepat karena semua organisasi dipaksa, saya yakin hal ini sudah menjadi hal yang harus,” jelasnya.
Ia menambahkan hal itu sangat bagus diterapkan di usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional. “Justru di UMKM-UMKM yang jumlahnya puluhan juta, yang separuhnya wanita kita harus bisa buat kebijakannya ke sana (menjurus pada kesetaraan gender), tapi sambil menunggu, kita mengedukasi diri sendiri untuk menjadi contoh orang-orang terdekat. Dan harus bisa speak up,” tegasnya.
Di Pinhome sendiri, Dara bercerita bahwa perusahaan e-commerce properti, KPR, dan jasa rumah tangga itu memiliki karyawan sekitar 200-300 orang, yang dalam perekrutannya memperhatikan konsep kesetaraan gender.
Dia menjelaskan, langkah itu dilakukan pada saat momen tahapan rekrutmen karyawan. Dalam proses rekrutmen, terutama di sesi wawancara, calon pekerjanya akan ditanyai secara mendalam karakternya sebagai individu ataupun calon leader. “Pertanyaan-pertanyaan itu juga menyentuh hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana menciptakan iklim yang kolaboratif,” ujar dia.
Setelah proses seleksi dilakukan secara mendalam, para pekerja tersebut sudah memiliki background yang teruji, dan cocok dengan culture tempat kerja dengan memiliki karakter inklusif. Seperti di antaranya mengenai berbagai isu, termasuk isu perempuan di lingkungan kerja.
“Ada hal-hal berkaitan dengan bagaimana berperilaku di tempat kerja, ada code of conduct. Kita akan merasa hal-hal ini settle. Kode perilaku ini harus diketahui dari awal,” kata dia.
Lantas, Dara menyebut, secara periodik bulanan akan ada semacam pengecekan atau follow up. Salah satunya interview mengenai concern para karyawan, yang kemudian bisa membuka isu kesetaran gender. Setidaknya ada dua hal fundamental yang menurutnya akan terus dikembangkan di Pinhome, yakni konsep flexible working space dan flexible working hour. Artinya pekerja perempuan diberi ruang untuk bekerja secara hybrid atau Work From Home (WFH) selama bisa perform, dan juga memiliki jam kerja yang fleksibel.