Selasa 11 Feb 2025 12:14 WIB

Ternyata Stres Bisa Sebabkan Kulit Gatal, Ini Penjelasan Ilmiahnya

Penelitian menunjukkan stres dapat memicu atau memperburuk rasa gatal.

Rep: Mgrol156/ Red: Qommarria Rostanti
Rasa gatal yang muncul akibat stres (ilustrasi). Penelitian menunjukkan stres dapat memicu atau memperburuk rasa gatal.
Foto: www.freepik.com.
Rasa gatal yang muncul akibat stres (ilustrasi). Penelitian menunjukkan stres dapat memicu atau memperburuk rasa gatal.

AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Pernah merasa kulit tiba-tiba gatal saat sedang stres? Ternyata, itu bukan kebetulan.

Penelitian menunjukkan stres dapat memicu atau memperburuk rasa gatal melalui mekanisme kompleks yang melibatkan sistem saraf dan respons imun tubuh. Dari eksim hingga urtikaria, berbagai kondisi kulit bisa diperparah oleh tekanan emosional. Lalu, bagaimana sebenarnya stres memicu rasa gatal, dan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasinya?

Baca Juga

Dilansir laman BestLife, sebuah studi baru yang diterbitkan dalam Jurnal Alergi dan Imunologi Klinis menggunakan tikus untuk mempelajari hubungan antara stres psikologis dan gejala alergi dengan melihat terutama pada antibodi imunoglobulin E (IgE).

Seperti yang dijelaskan oleh American Academy of Allergy Asthma & Immunology (AAAAI), antibodi lgE diproduksi oleh sistem imun saat Anda terpapar alergen seperti debu atau serbuk sari. "Antibodi ini berpindah ke sel yang melepaskan bahan kimia, yang menyebabkan reaksi alergi. Reaksi ini biasanya menimbulkan gejala di hidung, paru-paru, tenggorokan, atau pada kulit," tulis mereka.

Untuk melaksanakan percobaan tersebut, tim peneliti mengekspos beberapa tikus pada kondisi stres sebelum memicu respons alergi di semua telinga mereka. Mereka mengamati bahwa kelompok tikus yang stres menunjukkan reaksi alergi yang lebih buruk daripada kelompok yang relatif tenang, termasuk penurunan makrofag positif ligan kematian terprogram 2 (PD-L2) anti-inflamasi, sejenis sel darah putih yang biasanya membuang sel kulit mati dari lokasi respons alergi.

Tikus yang stres juga mengalami peningkatan eosinofil sejenis sel darah putih yang digunakan tubuh selama reaksi alergi, menurut Cleveland Clinic. Tim tersebut mengatakan lonjakan ini justru memperburuk reaksi pada hewan tersebut.

Para peneliti juga menemukan, bukan hanya stres sesaat yang menyebabkan reaksi yang lebih buruk. "Temuan kami menunjukkan dampak stres psikologis pada sel imun berlangsung lama dan bahkan dapat memengaruhi makrofag yang kemudian berdiferensiasi," kata Soichiro Yoshikawa PhD, seorang profesor madya di Universitas Juntendo dan salah satu penulis studi tersebut, dalam siaran pers.

"Fenomena ini, yang disebut sebagai 'memori stres', menyiratkan bahwa stres berat meninggalkan jejak yang bertahan lama pada sel imun, memengaruhi fungsinya, dan berkontribusi terhadap perkembangan penyakit," kata dia.

Penelitian lain telah menunjukkan adanya hubungan antara stres dan kebiasaan menggaruk.

Penelitian terbaru menambah bukti yang semakin banyak bahwa ada hubungan antara kecemasan dan rasa gatal. Satu penelitian 2015 menemukan bahwa subjek dengan kondisi gatal kronis menjadi lebih gatal ketika mereka diperlihatkan gambar yang memicu stres, termasuk seseorang yang diselamatkan dari kebakaran atau akan digigit ular. Penelitian lain menemukan bahwa obat anti-kecemasan dan beberapa bentuk terapi juga dapat membantu mengurangi perasaan ingin menggaruk.

Untungnya, para peneliti dari penelitian terbaru juga menindaklanjuti hasil mereka dengan solusi potensial. Data menunjukkan bahwa sementara protein yang dikenal sebagai CCL24 menyebabkan peningkatan eosinofil, penerapan inhibitor caspase-1 membantu mengurangi pembengkakan di telinga hewan pengerat. Para penulis mengatakan ini adalah pendekatan yang "menjanjikan" untuk mengobati alergi kulit.

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement