AMEERALIFE.COM, JAKARTA – Owner Almaz Fried Chicken, Okta Wirawan, mengungkap pengalaman tak menyenangkan dalam proses sertifikasi halal untuk bisnis ayam gorengnya. Melalui unggahan di media sosial Instagram, ia bercerita bahwa proses sertifikasi halal berjalan sangat alot.
Yang mengejutkan, Okta mengaku justru dikenakan tagihan hingga ratusan juta rupiah. Bahkan, ada oknum yang mematok biaya berdasarkan jumlah cabang dan karyawan, yang jika diakumulasikan bisa mencapai miliaran rupiah.
“Di tengah proses pengajuan halal untuk Almaz Friedchicken yang tak kunjung selesai selama enam bulan, kami justru dikenakan tagihan ratusan juta rupiah. Ada juga oknum yang mematok biaya per cabang outlet dan per jumlah karyawan, yang jika ditotal bisa mencapai miliaran,” demikian pernyataan Okta seperti dikutip dari Instagram @oktrawirawan pada Senin (10/2/2025).
Dalam unggahan itu, Okta juga membagikan potret saat bertemu dengan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Ahmad Haikal Hasan. Menurut Haikal, proses sertifikasi halal seharusnya mudah, cepat, dan murah. Haikal juga menegaskan biaya resmi yang ditetapkan hanya ratusan ribu rupiah, bukan ratusan juta.
“Kemarin kami berkesempatan bertemu Bapak Haikal Hasan, Ketua Badan Pemeriksa Halal di Indonesia. Beliau menegaskan bahwa proses pengurusan halal itu seharusnya mudah, cepat, dan murah. Namun, masih ada oknum-oknum yang sengaja mempersulit serta memungut biaya berlebihan hingga ratusan juta, padahal tarif resmi hanya ratusan ribu rupiah,” jelas Okta.
Setelah memicu perbincangan hangat di kalangan warganet, Okta lebih lanjut memberikan pernyataan lanjutan di kolom komentar. Okta mengatakan meskipun ada tagihan hingga ratusan juta rupiah, jumlah tersebut bukan angka akhir yang dibayarkan.
“Kami memiliki invoice terkait hal tersebut, dan proses administrasi yang kami lakukan berjalan sesuai dengan prosedur,” kata Okta.
Menurut Okta, setelah ada oknum yang menagih ratusan juta rupiah, dia langsung meminta klarifikasi kepada Haikal Hasan, selaku pihak berwenang dan memiliki otoritas di lembaga halal tersebut. “Kami tidak berdiskusi dengan pihak yang tidak berwenang, seperti staf atau petugas lapangan, demi menjaga akurasi informasi,” kata dia.
Ia pun menegaskan kritiknya tidak ditujukan kepada lembaga tertentu, melainkan kepada oknum yang diduga melakukan praktik pungli. Ia juga mengingatkan, kasus serupa telah lebih dulu disampaikan oleh Haikal Hassan, termasuk laporan adanya warteg yang dikenakan Rp10 juta per tempat usaha untuk proses sertifikasi halal.