AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Dokter spesialis gizi klinik lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr Mulianah Daya, menyampaikan menjalani diet yang salah kaprah atau ekstra dan tidak sehat bisa menimbulkan sindrom Yo-yo. Menurut dia, sindrom Yo-yo merujuk pada fluktuasi berat badan yang naik dan turun dalam waktu singkat.
"Yo-yo itu artinya dalam waktu 1 tahun itu akan ada kaitan berat badan, berat naik 5 kilo turun naik 5 kilo dalam waktu kurang dari 3 bulan dan itu terjadi 2-3 kali. Itu kategorinya namanya Yo-yo," kata dr. Mulianah Daya di Jakarta, belum lama ini.
Mulianah mencontohkan jika seseorang dengan berat badan 60 kilogram (kg) dengan lemak sekitar 20, kemudian dia naik berat badannya menjadi 80 kg dan lemaknya bertambah (misal dari 20 ke 40). Lalu turun lagi ke 60 kg dan lemaknya tetap 40. Hal ini lantaran yang berkurang bukan jumlah lemak, namun yang berkurang hanya ukuran lemak menjadi lebih kecil.
"Jadi sel itu sel lemak bisa terjadi hipertrofi (peningkatan ukuran sel) dan juga hiperplasia (penambahan jumlah sel) naik jumlah dan naik ukuran. Ini yang seram pada Yo-yo," ujarnya.
Dia menjelaskan lemak dalam tubuh bisa masuk kemana saja, seperti bisa masuk ke dalam organ, yang disebut lemak visceral atau lemak perut. Dalam hal ini lemak perut tidak hanya di bawah kulit perut, namun juga termasuk di dalam-dalam organ khususnya di liver, pankreas, di mana hal itu yang bahaya apabila tidak terkontrol.
"Semakin kita Yo-yo atau semakin kita naik berat badan. Dietnya tidak dijaga, berat badannya tidak dijaga, kita bukan cuma numpuk lemak, tapi lemak-lemak menurunkannya susah (lemak dalam)," ucapnya.
Lebih lanjut Dokter Mulianah menambahkan bahwa menurut beberapa penelitian seseorang yang mengalami Yo-yo dapat meningkatkan risiko penyakit jantung.
"Pasien yang mengalami Yo-yo atau penimbunan masa lemak yang cenderung berlebih, hipertrofi dan hiperplasia lemak, resiko kardiovaskular-nya bisa 1,5 kali lipat lebih tinggi dibandingkan yang tidak Yo-yo," ujarnya.