Selasa 22 Apr 2025 10:57 WIB

IKAFH UNDIP Suarakan Pemberdayaan Perempuan di Era Digital

Diskusi ini menyoroti partisipasi perempuan di berbagai sektor.

Red: Qommarria Rostanti
Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (IKA FH UNDIP) menggelar diskusi webinar bertajuk Perempuan Berdaya: Stakeholder Kebijakan Publik di Era Transformasi Digital pada Senin (21/4/2025).
Foto: Dok. IKA FH Undip
Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (IKA FH UNDIP) menggelar diskusi webinar bertajuk Perempuan Berdaya: Stakeholder Kebijakan Publik di Era Transformasi Digital pada Senin (21/4/2025).

AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (IKAFH UNDIP) menggelar diskusi webinar bertajuk “Perempuan Berdaya: Stakeholder Kebijakan Publik di Era Transformasi Digital”. Acara yang menyoroti partisipasi perempuan di berbagai sektor kehidupan ini digelar untuk memperingati Hari Kartini 2025 yang jatuh setiap 21 April. 

Diskusi ini menjadi wadah bagi para alumni perempuan FH UNDIP yang berkarier di berbagai sektor untuk menyuarakan pentingnya kebijakan publik yang berpihak pada pemberdayaan perempuan. Utamanya dalam konteks era transformasi digital yang sedang berlangsung pesat di Indonesia.

Baca Juga

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Hukum dan Kelembagaan, Rina Widiyani, dalam pemaparannya menekankan bahwa kehadiran perempuan dalam setiap tahapan pembangunan dan bernegara adalah sebuah keniscayaan. Menurutnya, partisipasi aktif perempuan sejak perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban dan evaluasi program-program negara akan memastikan adanya keberpihakan pada pengarusutamaan gender.

“Keberpihakan dalam proses legislasi dan penyusunan anggaran bertujuan untuk mewujudkan perempuan yang berdaya dan berujung pada masyarakat yang sejahtera. Perempuan diharapkan bisa ikut serta secara aktif sejak perencanaan, pelaksanaan sampai pada pertanggungjawaban dan evaluasi program-program negara,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id pada Senin (21/4/2025).

Senada dengan hal tersebut, anggota DPRD DKI Jakarta Jamilah Abdul Gani, menyampaikan harapannya agar semakin banyak perempuan yang terpilih menjadi anggota legislatif, baik di tingkat daerah maupun nasional. Ia mengakui bahwa meskipun saat ini terdapat aturan minimal 30 persen keterwakilan perempuan dalam daftar calon legislatif setiap partai politik, jumlah perempuan yang berhasil lolos ke parlemen masih jauh di bawah target tersebut.

“Saat ini memang ada aturan minimal 30 persen perempuan dalam daftar calon legislatif setiap parpol, namun yang lolos masih dibawah 30 persen. Dengan sedikitnya jumlah anggota legislatif perempuan, bukan pekerjaan mudah dalam mewujudkan transformasi digital yang pro perempuan berdaya,” kata dia.

Jamilah menilai representasi perempuan yang signifikan di lembaga legislatif akan menjadi kunci dalam merumuskan dan mengawal kebijakan yang benar-benar mengakomodasi kebutuhan dan aspirasi perempuan di era digital.

Tantangan dalam mewujudkan transformasi digital yang inklusif bagi perempuan, terutama di daerah, diungkapkan oleh Wakil Bupati Cilacap, Ammy Amalia Fatma Surya. Ia menyoroti permasalahan tingginya angka buta huruf sebagai salah satu kendala utama.

Dia mengatakan merdeka belajar mengakibatkan banyak siswa terutama di daerah masih tidak bisa membaca, padahal sudah kelas 6 SD. "Ini harus menjadi catatan serius untuk perbaikan bagi pemerintah pusat, ini salah satu kendala utama dalam transformasi digital terutama di daerah selain tentunya sinyal yang masih belum merata dan akses terhadap alat penunjang lainnya,” ujarnya. Menurut dia, pembangunan infrastruktur digital yang merata dan upaya peningkatan literasi digital, khususnya bagi perempuan di daerah, menjadi prasyarat penting untuk memastikan mereka tidak tertinggal dalam era digital ini.

Dalam konteks penegakan hukum yang berkeadilan gender, panitera muda pidana khusus Sudharmawatiningsih menjelaskan peran penting Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2017. Perma ini lahir dengan semangat untuk mengakomodasi pencarian keadilan bagi perempuan dan anak dalam sistem peradilan.

“Lahirnya Peraturan Mahkamah Agung nomor 3 tahun 2017 ditujukan untuk membantu penegakan hukum yang pro pada kesataran gender. Semangat mencari keadilan bagi perempuan dan anak diakomodasi dalam Perma tersebut,” kata dia.

Sudharmawatiningsih berharap perma ini dapat terus diimplementasikan secara efektif untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum. Termasuk dalam kasus-kasus yang melibatkan transformasi digital.

Kontribusi signifikan perempuan dalam pembangunan sumber daya manusia juga disoroti oleh staf ahli bidang regulasi Kemendiktisaintek, Nur Syarifah. Ia memaparkan data tahun 2024 yang menunjukkan jumlah guru dan dosen perempuan yang besar di Indonesia.

“Data 2024 setidaknya ada 2,36 juta guru perempuan berbanding 972 ribu guru laki-laki. Untuk jumlah dosen perempuan 160 ribu dan dosen laki-laki sebanyak 188 ribu,” ujarnya.

Nur Syarifah menyebut peran besar guru dan dosen perempuan harus didukung dengan kebijakan dan anggaran yang memadai agar mereka dapat terus berkontribusi secara optimal dalam mencerdaskan kehidupan bangsa di era transformasi digital. Selain para narasumber di atas, webinar ini juga menghadirkan tokoh-tokoh perempuan inspiratif lainnya seperti Siti Aminah Tardi (Komisioner HAM 2020-2024), Nukila Evanty (aktivis HAM), dan Rima Baskoro (Wakil Ketua Young Lawyers Committee Peradi).

Ketua IKA FH UNDIP, Asep Ridwan, menegaskan komitmen organisasi terhadap semangat Kartini. Menurut dia, sebagai organisasi, komitmen IKA FH UNDIP terhadap semangat Kartini tidak perlu diragukan lagi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya alumni perempuan yang menduduki posisi penting dalam organisasi, yang menjadi bukti nyata kontribusi perempuan dalam pembangunan bangsa. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement