AMEERALIFE.COM, JAKARTA — Ketua Kerja Sama Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia sekaligus Direktur Program PT Yapindo, Dr. Lucy Widasari, mengungkapkan bahwa anak-anak yang terpapar air tercemar berisiko tinggi mengalami infeksi saluran pencernaan dan diare kronis yang menyebabkan tubuh kehilangan protein penting. Akibatnya, meskipun asupan makanan tersedia, tubuh tidak mampu menyerap gizi secara optimal.
Ia menyoroti konsep protein-losing enteropathy, yaitu kondisi ketika diare menyebabkan protein tubuh terbuang melalui usus yang rusak, sehingga memicu siklus malnutrisi berkepanjangan.
Kondisi sanitasi yang buruk juga berdampak serius terhadap ibu hamil. Lingkungan yang tercemar meningkatkan risiko infeksi seperti hepatitis E yang sangat membahayakan janin dan dapat menyebabkan kelahiran prematur atau berat badan lahir rendah. Dua kondisi ini merupakan faktor utama penyebab stunting sejak dalam kandungan.
“Sekitar enam juta anak di dunia meninggal karena diare, dan 42 persen kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh penyakit yang sama. Masalah ini bukan hanya soal air, melainkan tragedi yang menyangkut hak dasar manusia. Terlebih, 30 persen kasus stunting di Indonesia berkaitan erat dengan kualitas sanitasi, kebersihan, dan pola pengasuhan anak,” ujar Lucy melalui keterangan pada Senin (22/6/2025).
Persoalan ini menjadi fokus Yayasan Jiva Svastha Nusantara yang memulai rangkaian kegiatan penyuluhan dan edukasi di DKI Jakarta sebagai bagian dari komitmen menurunkan angka stunting nasional. Kelurahan Lenteng Agung menjadi lokasi pertama pelaksanaan program ini dengan dukungan penuh dari pemerintah kelurahan setempat.
Inisiatif ini sejalan dengan target pemerintah yang menetapkan prevalensi stunting nasional harus ditekan hingga 14,2 persen pada 2029, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Saat ini, prevalensi stunting di Indonesia masih berada pada angka 19,8 persen. Di Lenteng Agung sendiri, sebanyak 44 balita telah teridentifikasi mengalami stunting.
Yayasan Jiva Svastha Nusantara menempatkan isu kualitas air minum sebagai fokus utama dalam pencegahan stunting. Air yang terkontaminasi menjadi salah satu penyebab utama diare pada anak, yang berdampak langsung terhadap penyerapan gizi dan tumbuh kembang.
Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Kebijakan Yayasan Jiva Svastha Nusantara, Surya Putra, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor. Ia mendorong pemerintah tidak hanya fokus pada bantuan langsung, tetapi juga pada upaya perubahan perilaku masyarakat terkait gizi dan sanitasi. Di sisi lain, keterlibatan sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil menjadi krusial dalam mendampingi dan mengedukasi masyarakat agar program pemerintah berjalan efektif.
Surya juga menyoroti fakta bahwa mayoritas masyarakat mengandalkan depot air minum isi ulang sebagai sumber konsumsi harian. Namun, banyak depot masih belum memenuhi standar sanitasi yang layak.
“Di Bandung, hasil pengujian menunjukkan bahwa 74 persen depot air minum isi ulang terkontaminasi bakteri E.coli dan coliform. Hasil ini menunjukkan bahwa para pelaku usaha depot harus memperbaiki praktik bisnisnya demi melindungi kesehatan publik,” ungkap Surya.
Sayangnya, regulasi terkait depot air minum isi ulang saat ini belum cukup kuat untuk memastikan kualitas air yang aman. Meskipun terdapat ketentuan teknis seperti uji laboratorium dan syarat kebersihan depot, implementasinya masih sangat lemah. Tidak adanya sanksi tegas dan ketidakjelasan otoritas penindakan menjadi hambatan utama dalam penegakan aturan.
Ketua Yayasan Jiva Svastha Nusantara, Felicia Annelide, menegaskan komitmen pihaknya untuk terus memperluas kegiatan edukasi dan penyuluhan. “Kami percaya bahwa air berkualitas adalah hak setiap warga. Kami akan terus mendorong pemerintah untuk memiliki regulasi yang benar-benar melindungi kesehatan masyarakat,” tegasnya.