Dokter Tan juga mempertanyakan penyebab ini terjadinya kasus obesitas pada Kenzi. Ia menyesalkan kejadian tersebut karena seharusnya komunitas masyarakat menjalankan perannya, terutama posyandu.
"Jika kehidupan bersosialisasi terjadi dengan baik, maka kasus anak ini tidak akan bablas," kata dia.
Siapa saja, termasuk tetangga, bisa mengajak ibu anak tersebut ke posyandu dan kader dapat dengan cepat merujuk ke puskesmas. Jika puskesmas tidak mampu menangani tentu akan dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi untuk pemeriksaan lebih detail.
"Tidak perlu tunggu viral dan geger begini," kata dr Tan.
Mengenai alasan keterbatasan ekonomi, dr Tan menjelaskan bahwa air susu ibu (ASI) justru gratis. MPASI buatan rumah juga jauh lebih murah ketimbang bubur instan kemasan.
Dokter Tan juga mendengar informasi yang belum diketahui kebenarannya mengenai saran dari pihak puskesmas yang malah menganjurkan untuk mengencerkan kental manis. Jika memang terjadi, ia menyebut rekomendasi oknum petugas puskesmas tersebut tentu tidak dapat dibenarkan.
Lebih lanjut, dr Tan menjelaskan anak sudah bisa diberikan makanan padat seperti yang disantap keluarga mulai usia satu tahun. Jika Kenzi masih makan bubur bayi tentu harus dievaluasi kembali tekstur dan jenis makanan yang bisa diterimanya.
Menurut dr Tan, ini menyangkut kemampuan mengunyah. Apalagi, Kenzi lahir dengan berat badan 4,5 kilogram.
"Suspek masalah hormonal perlu jadi pertimbangan," kata dr Tan.