AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementrian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan obesitas merupakan penyakit sekaligus faktor risiko terjadinya penyakit tidak menular. Salah satu bahan pangan yang memicu obesitas adalah gula.
"Anda makan yang Anda butuh, bukan cuma mulutnya doyan. Yang jadi masalah adalah Anda makan yang doyan," ujar dokter ahli giziTan Shot Yen dalam "Talkshow: The Hidden Crisis of Obesity" di Jakarta, Sabtu (4/3/2023).
Menurut dr Tan, orang pintar akan mengongsumsi makanan yang butuhkan, bukan yang ia gemari semata. Sesungguhnya, selera bisa disetel.
Dr Tan mengatakan karena itu literasi sangat penting. Literasi membuat jembatan yang menghubungkan antara nafsu dan akal sehat.
"Kalau tidak nyambung, orang makan hanya didorong oleh nafsu saja," ungkapnya.
Dr Tan menjelaskan bahwa prinsipnya adalah tubuh tidak butuh gula. Yang diperlukan adalah karbohidrat karena karbohidrat akan diolah tubuh menjadi gula darah.
"Jadi jangan potong kompas (dengan mengasup gula)," kata dr Tan.
Sama halnya ketika Anda membutuhkan protein, bukan asam amino. Tapi saat masuk tubuh Anda, protein akan dipecah lagi menjadi asam amino. Lalu disusun lagi menjadi protein kebutuhan Anda.
"Kita tidak pernah makan asam lemak, kita makannya lemak, tapi badan akan memecah asam lemak yang masuk menjadi lemak," ujarnya.
Gizi Seimbang
Menurut dr Tan, makanan yang tubuh butuhkan adalah yang bergizi seimbang. Hanya saja, orang Indonesia banyak salah kaprah.
Mereka melewatkan beberapa jenis makanan demi menurunkan berat badan. Misalnya mereka hanya sarapan buah potong.
"Ini adalah sesat paling ujung. Sangat tidak benar kalau sarapan hanya buah doang karena kita manusia butuh protein dan karbohidrat," ujarnya.
Dr Tan mengungkapkan jika Anda hanya mengonsimsi buah saja saat sarapan, wajar bila jam 10 Anda sudah merasa lapar kembali. Ia mengingatkan bahwa faktor yang buat obesitas bukanlah makanan utama yang tiga kali sehari melainkan makanan di luar itu.
Kesalahan lainnya adalah masyarakat yang gemar mengonsumsi snack bar yang mengklaim sebagai camilan sehat. Padahal, snack bar ini juga mengandung maltose, sukrose, high fructose cone syrup, dan lainnya.
"Itu tidak boleh, it's a big no," ucap dr Tan.
Menurut dr Tan, snack bar bukanlah makanan utuh. Lebih baik mengonsumsi makanan dalam bentuk utuh misalnya singkong rebus.
Oleh karena itu, yang paling baik adalah mengonsumsi gizi seimbang. Makanan dengan gizi seimbang akan cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian.
"Kita jadi tidak gampang lapar dan tidak gampang ngantuk," ujarnya.