AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Keterlibatan ayah secara fisik dan emosional dalam pengasuhan dinilai memiliki efek signifikan terhadap perkembangan psikososial anak. Khususnya, dalam membentuk kepercayaan diri dan keberanian mereka.
Psikolog sekaligus pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Novi Poespita Candra, mengatakan keterlibatan ayah tidak hanya membentuk aspek fisik anak, tetapi juga sangat memengaruhi kepercayaan diri dan keberanian anak dalam mengambil risiko. "Keterlibatan ayah mampu meningkatkan ketangguhan dan keberanian anak. Ini sangat penting bagi perkembangan sosial emosional mereka," kata Novi pada Selasa (15/7/2025).
Ia menekankan pentingnya keterlibatan aktif ayah dalam berbagai aktivitas anak, seperti berolahraga bersama, bermain, atau bahkan berdiskusi tentang nilai-nilai kehidupan. Interaksi semacam ini sangat krusial agar anak memiliki resiliensi (daya tahan) dan kepercayaan diri yang kuat.
"Anak yang memiliki relasi hangat dan positif dengan ayahnya cenderung lebih percaya diri, berani mengambil keputusan, dan siap menghadapi tantangan sosial," ujarnya.
Relasi positif ini dinilai menjadi fondasi kuat bagi anak untuk menghadapi dunia luar dengan optimisme dan keberanian. Sebaliknya, Novi menyebut anak yang tumbuh tanpa hubungan dekat dengan ayah berisiko mengalami ketimpangan psikologis.
Dampak yang bisa terjadi bervariasi tergantung pada jenis kelamin anak. Anak laki-laki, misalnya, cenderung canggung dalam menjalin hubungan dengan teman laki-laki lainnya, mungkin karena kurangnya model peran maskulin yang positif dan stabil dalam kehidupan mereka. Sementara itu, anak perempuan berpotensi kehilangan kepercayaan terhadap laki-laki atau, sebaliknya, justru terlalu mudah mempercayai laki-laki dewasa karena adanya void atau kekosongan figur ayah yang ideal.
Fenomena ini dikenal sebagai fatherless, yaitu situasi di mana anak kurang mendapatkan peran dan kehadiran ayah dalam kehidupannya, baik secara fisik maupun emosional, meskipun ayah mungkin masih ada secara fisik. Novi mengatakan fenomena fatherless kini semakin terlihat di masyarakat urban Indonesia, di mana peran ayah kerap tersisih karena kesibukan kerja yang tinggi atau adanya jarak emosional dalam keluarga.
Melihat urgensi permasalahan fatherless ini, pemerintah mengambil langkah konkret untuk mengatasinya. Melalui Surat Edaran Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN Nomor 7 Tahun 2025, pemerintah meluncurkan Gerakan Ayah Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah.
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) atau Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Wihaji, mengatakan gerakan ini menjadi simbol perubahan budaya pengasuhan dalam keluarga. Gerakan tersebut secara spesifik bertujuan untuk meningkatkan peran pengasuhan ayah terhadap anak dan termasuk salah satu program terbaik hasil cepat atau quick wins Kemendukbangga/BKKBN, yang dikenal sebagai Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI). Inisiatif ini diharapkan tidak hanya menjadi sebuah acara seremonial, melainkan pemicu kesadaran kolektif bagi para ayah untuk lebih aktif dan terlibat secara emosional dalam setiap tahapan tumbuh kembang anak, demi menciptakan generasi yang lebih percaya diri, berani, dan tangguh.