AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Ahmad Dhani, Piyu, Badai, Rieka Roeslan, Dee Lestari, Denny Chasmala, Posan Tobing, hingga Anji yang tergabung dalam Komposer Bersatu, belum lama ini mendatangi kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk menyuarakan sikap terkait izin penggunaan lagu dan sistem royalti. Hasilnya, musisi-musisi tersebut akan melaksanakan forum berupa focus group discussion (FGD) dua pekan setelah Hari Raya Idul Fitri untuk membahas Undang-undang Hak Cipta dan tata laksana pemungutan royalti.
"Kesimpulan dari pertemuan kami dengan Pak Menteri (Yasonna H Laoly), kira-kira kita akan melakukan semacam FGD untuk membahas perihal Undang-undang Hak Cipta maupun tata laksana dari pemungutan royalti, yang akan mengundang para stakeholder, tentunya pencipta lagu akan diundang ke sana," kata Dee Lestari saat konferensi pers di Kantor Kemenkumham di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Ia pun berharap, forum diskusi yang direncanakan itu dapat mendorong perubahan yang nyata di industri musik Tanah Air. Ahmad Dhani menambahkan, Menkumham juga berencana membuat Peraturan Menteri (Permen) agar ekosistem hiburan Tanah Air memiliki fondasi hukum yang kuat.
"FGD ini menuju kepada Permen. Pak Menteri bilang, UU tidak mungkin direvisi di tahun politik saat ini, kalau 2024 mungkin lebih masuk akal. Tapi daripada menunggu 2024, Pak Menteri punya saran yang bagus yaitu melalui Permen," kata Ahmad Dhani.
Mengenai hak cipta, Komposer Bersatu sendiri menyampaikan sikap bahwa pencipta lagu boleh untuk tidak mengizinkan lagu ciptaan mereka dinyanyikan oleh penyanyi lain jika hak mereka dilanggar.
"Hak cipta melekat seumur hidup hingga 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia," kata Badai.
Ia pun menjelaskan bahwa hak ekslusif pencipta meliputi hak moral dan hak ekonomi. Terkait hak moral, sebagaimana tertulis pada butir e ayat 1 Pasal 5 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pencipta dapat mempertahankan haknya bila terjadi distorsi, mutilasi ciptaan, modifikasi atas ciptaannya, ataupun hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasi.
Sementara hak ekonomi, sebagaimana tercantum dalam ayat 1 dan 2 Pasal 9, setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi atas suatu karya wajib mendapatkan izin pencipta atau pemegang hak cipta.