AMEERALIFE.COM, JAKARTA---Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menekankan pentingnya dosen dan tenaga didik untuk membentuk serikat pekerja demi menjamin hak para dosen dan tenaga didik."Pentingnya dosen untuk berserikat, karena hak untuk berkumpul dan berserikat merupakan salah satu hak dasar manusia dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar (UUD)," kata Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Vina Adriany dalam acara diskusi tentang Hari Buruh dan Serikat Pekerja Kampus yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Vina mengatakan kondisi dosen di Indonesia saat ini belum setara, dan bahkan ada yang di bawah standar. Vina mengungkapkan terdapat dosen yang tidak mendapatkan akses terhadap hal-hal yang bisa meningkatkan kapasitas pengembangan dirinya, sehingga berpengaruh pada kualitas pengajaran."Berserikat memberikan ruang bagi dosen yang memiliki privilege (hak istimewa) untuk membangun empati dan solidaritas dengan dosen lain yang belum memiliki hak yang sama," ujar Vina.
Selain itu, dengan berserikat akan memberikan ruang bagi dosen yang belum terpenuhi haknya untuk menyuarakannya secara bersama-sama, tambah profesor yang mendapatkan gelar Ph.D di Lancaster University, Inggris tersebut.
Menurutnya, jika mencermati hal serikat dosen dari perspektif perubahan sosial, perubahan yang berkeadilan hanya bisa dicapai manakala sebagian yang dianggap lemah dapat diperkuat."Kita terhubung satu sama lain, satu kenyamanan harus menjadi kenyamanan untuk semua, karena masyarakat yang lebih adil adalah tatanan masyarakat yang lebih baik bagi semua," kata Vina.
Sebelumnya Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) RI menerbitkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPAN-RB) No 1 Tahun 2023.Permen PAN-RB No 1 Tahun 2023 berisikan tentang pengaturan penilaian angka kredit dosen dan kewajiban khusus beban kerja dosen.Koordinator KIKA, Satria Unggul Wicaksana Prakasa menyatakan PermenPAN-RB dapat menimbulkan ketidakadilan bagi dosen, karena dianggap memposisikan penyelenggara Perguruan Tinggi sebagai bawahan dan bukan mitra yang sejajar.