Temuan ini dinilai sangat menarik karena berpotensi dapat memperbesar peluang pasien untuk menerima donor jantung. Alasannya, metode baru ini diestimasikan dapat meningkatkan jumlah donor jantung hingga 30 persen.
"Ini benar-benar perlu menjadi standar pelayanan," ujar ketua tim peneliti sekaligus dokter bedah transplantasi di Duke University School of Medicine dr Jacob Schroder, seperti dilansir AP, Kamis (8/6).
Respons serupa juga diungkapkan oleh ahli transplantasi jantung dari Washington University yang tak terlibat dalam studi, dr Nancy Sweitzer. Menurut dr Sweitzer, metode baru ini berpotensi meningkatkan keadilan dan ekuitas dalam transplantasi jantung.
"Memungkinkan lebih banyak pengidap gagal jantung untuk mengakses terapi yang menyelamatkan jiwa ini," ungkap dr Sweitzer.