AMEERALIFE.COM, JAKARTA---Anemia defisiensi zat besi tak hanya bisa mengenai orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Salah satu kunci penting dalam mencegah anemia defisiensi zat besi pada anak adalah dengan memenuhi semua kebutuhan zat gizinya. Bagaimana bila anak pemilih terhadap makanan?
Pada anak, anemia defisiensi zat besi bisa memberikan dampak jangka pendek dan jangka panjang yang bisa mengganggu proses tumbuh kembang anak. Sebagian dari dampak tersebut adalah perkembangan otak terhambat dan performa edukasi serta fungsi kognitif menurun.
Agar terhindar dari beragam dampak buruk ini, orang tua perlu melakukan beragam upaya pencegahan anemia defisiensi zat besi pada anak. Salah satu di antaranya adalah memastikan semua kebutuhan zat gizi anak terpenuhi.
"Penuhi semua kebutuhan zat gizi anak, mulai dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral dari berbagai makanan pokok, lauk-pauk, sayur, dan buah," ungkap pakar gizi klinik dan Presiden Indonesian Nutrition Association (INA), Dr dr Luciana B Sutanto MS SpGK(K) dalam sosialisasi inisiatif program baru Danone Indonesia melalui SGM Eksplor "Bersama Cegah Anemia, Optimalkan Kognitif Generasi Maju" di Jakarta, belum lama ini.
Pemenuhan beragam kebutuhan zat gizi pada anak ini bisa dicapai melalui penyajian makanan yang bervariasi. Akan tetapi, hal ini dapat menjadi tantangan tersendiri bila orang tua memiliki anak yang pemilih terhadap makanan atau //picky eater//.
Menurut Dr Luciana, salah satu hal yang bisa dilakukan orang tua mengolah makanan yang kaya akan zat gizi agar mudah disantap oleh anak. Sebagai contoh, salah satu sumber zat besi yang baik untuk anak adalah daging. Daging ini bisa diolah dengan cara dicincang dan dijadikan perkedel agar mudah dikonsumsi oleh anak. Hindari mengolah daging menjadi sajian yang sulit dimakan oleh anak, misalnya empal. "Harus ingat, gigi anak itu kecil-kecil, kalau dikasih yang alot-alot akan susah. Bisa digigit tapi mungkin tidak bisa ditelan," tambah Dr Luciana.
Dr Luciana juga mengingatkan bahwa anak-anak perlu beradaptasi dengan berbagai rasa makanan. Sebagai awalan, orang tua sebaiknya memberikan makanan dengan rasa yang lembut dan tidak tajam.
Hal senada juga diungkapkan oleh psikolog klinis anak dan keluarga, Anna Surti Ariani SPsi MSi Psi. Wanita yang akrab disapa Nina ini menilai pemilihan makanan yang tepat dan pemberian contoh dari orang tua dapat membantu anak lebih terbiasa mengonsumsi makanan yang bervariasi.
Hal lain yang perlu dilakukan orang tua adalah tidak memasang target yang terlalu besar. Anak tidak perlu dipaksa untuk langsung menghabiskan makanan dalam jumlah besar sekaligus.
Sebagai contoh, orang tua bisa menawarkan anak untuk memilih ukuran mangkok yang akan dia gunakan untuk menyantap sup. Contoh lainnya, orang tua dapat meminta anak untuk memilih sendiri jenis sayuran yang dia inginkan saat makan gado-gado.
Agar anak lebih antusias untuk mencoba makanan baru, orang tua dapat memberikan hadiah bila anak berhasil menghabiskan makanannya. Nina juga menganjurkan orang tua untuk menciptakan suasana makan yang menyenangkan. "Kalau lagi makan jangan ngomel-ngomel. Perbanyak suka cita supaya proses makan bisa dinikmati (oleh anak) dengan positif," ujar Nina.