AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Seorang lansia berusia 65 tahun dilarikan ke unit gawat darurat (UGD) dengan beragam keluhan setelah tidak bisa buang air besar (BAB) lebih dari sepekan. Namun setelah mendapatkan terapi enema, pasien justru BAB terlalu banyak hingga mengalami henti jantung dan meninggal dunia.
Pasien pria tersebut datang ke unit gawat darurat dengan keluhan nyeri dada, mual, dan rasa ingin BAB yang hebat. Namun pada saat yang sama, pria tersebut tidak mampu mengeluarkan feses dari saluran pencernaannya.
Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) menunjukkan hasil yang normal. Akan tetapi, jantung pasien tersebut berdetak dengan kencang. Pasien tersebut juga terlihat berkeringat.
Masalah sulit BAB sebenarnya dapat diatasi dengan tindakan enema atau pemberian cairan untuk menstimulasi pengosongan usus. Namun, pasien tersebut memiliki riwayat masalah jantung sehingga tim medis tidak disarankan untuk memberikan tindakan enema melalui rektum atau anus kepada sang pasien. Alasannya, dalam kasus yang sangat langka, pengosongan feses dari usus bisa memicu efek samping yang mengancam jiwa pada ginjal dan jantung.
Oleh karena itu, dr Rawdy Reales Rois menganjurkan sang pasien untuk mengonsumsi obat yang bisa meredakan masalah sembelitnya. Akan tetapi, obat tersebut ternyata tidak memberikan efek seperti yang diharapkan oleh sang pasien.
Dr Rois lalu meningkatkan dosis obat untuk sang pasien. Di saat yang sama, Dr Rois juga menganjurkan pasien untuk beranjak dari kasur dan mencoba bergerak.
Setelah itu, dr Rois meninggalkan kamar pasien untuk sejenak. Dokter tersebut berencana kembali ke kamar pasien beberapa jam setelahnya untuk mengecek kondisi sang pasien.
Namun saat dr Rois tidak ada di kamar pasien, pasien tersebut memaksa dokter lain untuk memberikannya prosedur enema. Dokter lain tersebut akhirnya menyetujui permintaan pasien dan melakukan prosedur enema pada sang pasien.
Prosedur enema tersebut berhasil membuat sang pasien bisa BAB dan mengeluarkan semua fesesnya yang selama ini terakumulasi karena sembelit. Akan tetapi, proses keluarnya feses yang terlalu cepat turut menstimulasi saraf vagus.
Stimulasi pada saraf vagus menyebabkan tekanan darah sang pasien menurun tajam dalam waktu singkat. Kondisi tersebut membuat sang pasien mengalami henti jantung. Meski tim dokter telah melakukan tindakan resusitasi selama 30 menit, sang pasien tidak bisa bertahan dan meninggal dunia.
Dr Philippa Kaye yang tak berkaitan dengan kasus ini turut menyoroti bahaya dari konstipasi berat. Menurut dr Kaye, konstipasi berat dan upaya mengejan berulang kali bisa memicu terjadinya prolaps rektum atau penurunan dinding rektum.
"Ini bisa memicu obstruksi usus, yang mengancam jiwa dan berkaitan dengan penyakit kardiovaskular serta strok," ujar dr Kaye, seperti dilansir The Sun pada Jumat (15/9/2023).
Selain itu, dr Kaye mengungkapkan bahwa proses pengosongan usus bisa menstimulasi saraf vagus. Secara teknis, stimulasi tersebut bisa menurunkan tekanan darah. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba berpotensi membahayakan karena jantung, otak, dan organ penting lain tak mendapatkan aliran darah yang cukup. Kondisi ini bisa membuat pasien lebih berisiko terhadap serangan jantung dan strok.