AMEERALIFE.COM, JAKARTA — Penyakit jantung masih menjadi penyakit yang berperan utama sebagai penyebab kematian nomor satu di dunia. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, 17 juta orang di dunia meninggal dunia akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.
Sementara itu, di Indonesia, kematian akibat penyakit cardiovascular mencapai sekitar 651.481 penduduk per tahun berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Jumlah itu terdiri dari stroke 331.249 kematian, penyakit jantung koroner 245.343 kematian, penyakit jantung hipertensi 50.600 kematian, dan penyakit cardiovascular lainnya.
“Tingginya prevalensi penyakit cardiovascular di Indonesia disebabkan oleh perubahan gaya hidup yang tidak sehat dan akibat beberapa perilaku,” ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Eva Susanti, dalam konferensi pers yang digelar daring, Senin (25/9/2023).
Dia mengungkapkan, gaya hidup dan perilaku tidak sehat itu di antaranya merokok serta pola makan tidak seimbang. Konsumsi gula, garam, dan lemak yang tinggi juga dia sebut menjadi salah satu permasalahan utama di Indonesia. Penyebab lainnya, kata dia, adalah rendahnya konsumsi buah dan sayur.
“Rendah sekali konsumsi buah dan sayur. Hampir 95,79 persen masyarakat Indonesia itu sangat rendah konsumsi buah dan sayurnya atau tidak sesuai dengan porsi yang dianjurkan,” kata dia.
Persoalan lain, sekitar 70 juta masyarakat Indonesia mengonsumsi rokok. Jumlah yang Eva sebut besar. Dengan angka itu, Indonesia menjadi negara dengan konsumsi rokok tertinggi di dunia. Persoalan berikutnya yang juga terjadi adalah 79 persen masyarakat di Indonesia kurang aktivitas fisik. Konsumsi alkohol menjadi persoalan berikutnya.
“Beberapa persoalan faktor risiko ini akan menyebabkan terutama penyakit cardiovascular. Ini yang menyebabkan sehingga tingginya angka kesakitan dan angka pembiayaan yang menjadi beban negara,” jelas Eva.
Eva menerangkan, penyakit tidak menular, khususnya penyakit jantung, akan menyebabkan beban ekonomi dan sosial yang tinggi di masyarakat. Di mana, pembiayaan penyakit tersebut bisa menghabiskan uang sekitar Rp 10,9 triliun dengan jumlah kasus 13.972.050 orang sesuai dengan data BPJS pada November 2022.
“Banyak dari penderita penyakit tidak menular ini tidak terdeteksi. Hanya tiga dari 10 penderita yang terdeteksi. Selebihnya, mereka tidak mengetahui karena dirinya sakit karena memang penyakit tidak menular ini tidak menimbulkan gejala atau tanda sampai dia terjadi komplikasi,” tutur dia.
Sebab itu, menurut dia, Kemenkes punya target agar masyarakat Indonesia di usia 15 tahun ke atas melakukan screening sebagai upaya deteksi dini. Menurut dia, dengan penemuan kasus lebih awal, maka tata laksana dan penanganannya bisa lebih baik. Biaya pun dapat ditekan lebih murah.
Dia mengatakan, Hari Jantung Sedunia diperingati setiap tanggal 29 September. Kemenkes mengusung tema nasional ‘Kenali Jantung Sehatmu, Sayangi Jantungmu’ untung peringatan tahun ini. Eva menuturkan, tema itu diusung dengan tujuan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan pencegahan dan pengendalian penyakit jantung yang dimulai dari diri sendiri.
“Dengan nanti kita akan menerappkan perilaku hidup cerdik bagi yang sehat dan patuh bagi yang berpenyakit jantung atau penyakit tidak menular lainnya,” kata dia.
Pada kesempatan itu, pewakilan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI), Fiastuti Witjaksono, mengungkapkan sejumlah faktor risiko dari beberapa penyakit tidak menular. Dari faktor-faktor yang ada, sebagian besar terkait dengan makanan, mulai dari pola makan, kurangnya makan sayur dan buah, kalori yang berlebih, dan lainnya.
“Kurang makan sayur dan buah. Ini cukup tinggi orang Indonesia. Kemudian kalori yang berlebihan. Lebih dari 50 persen karena itu angka obesitas kita itu tinggi. Satu di antara tiga orang indonesia itu obesitas,” jelas dia.