Seperti diungkapkan dalam Dasawarsa Diplomasi Batik Indonesia, sejarah batik telah dimulai sejak zaman Kerajaan Majapahit dan era penyebaran ajaran Islam di Pulau Jawa. Menurut pendapat GP Rouffaer, teknik membatik diajarkan oleh pedagang India di Pulau Jawa pada abad ke-6 atau ke-7. Namun, Dr Alfred Steinman menyebutkan bahwa batik diajarkan sejak kekaisaran Dinasti Tang di Balkan.
Istilah "batik" atau hambatik (membatik) baru diperkenalkan dalam Babad Sengkala dari Keraton Pakualam yang ditulis pada 1633. Istilah batik juga dituangkan dalam Panji Jaya Lengkara tahun 1770.
Di Nusantara, khususnya Pulau Jawa, salah satu hal yang mendorong penyebaran batik adalah peperangan. Rakyat yang menghindari peperangan dengan mengungsi sering kali membawa peralatan membatiknya. Mereka lalu mengembangkan budaya batik di daerah yang mereka datangi.
Saat ini, tiap-tiap lokasi pusat batik memiliki ciri motif dan nuansa warna yang berbeda-beda. Sebagai contoh, batik yang lahir di daerah pesisir umumnya lebih kaya akan warna dan motif. Di sisi lain, motif dan nuansa warna pada batik Yogyakarta dan Surakarta mengacu pada pakem batik di masing-masing daerah.
Seiring berjalannya waktu, hampir semua wilayah di Indonesia kini memiliki motif batik sendiri. Meski tidak semua melakukan metode pembatikan yang serupa dengan metode warisan para leluhur, masyarakat giat menghasilkan kain-kain dengan motif batik yang mewakili ciri atau keunikan daerah masing-masing. Kain seperti ini tidak disebut sebagai kain batik, melainkan kain bermotif batik.