AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Kondisi rumah sakit yang penuh sering kali membuat pasien harus bermalam di IGD sebelum bisa masuk ke ruang rawat-inap. Bagi pasien lansia, waktu tunggu yang terlalu lama di IGD bisa membuat mereka lebih berisiko terhadap kematian.
Temuan ini diungkapkan dalam sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh tim peneliti asal Prancis. Studi yang telah dipublikasikan dalam JAMA Internal Medicine ini melibatkan 1.598 pasien berusia 75 tahun ke atas yang dilarikan ke IGD sebagai subjek penelitian.
Studi ini dilakukan pada Desember 2022, ketika banyak rumah sakit dipadati oleh kasus tripledemic, yaitu Covid-19, flu, dan infeksi RSV. Di masa itu pula, terjadi lonjakan pasien lansia yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.
"Dan tentu saja (kamar rawat-inap yang tersedia) tidak cukup," tukas salah satu peneliti, Yonathan Freund MD PhD dari Sorbonne University, seperti dilansir WebMD pada Ahad (19/11/2023).
Sebagian pasien dalam studi ini berhasil dipindahkan ke ruang rawat-inap sebelum tengah malam. Sedangkan sebagian pasien lainnya harus bermalam di IGD hingga jam 08.00 pagi sebelum bisa dipindahkan ke ruang rawat-inap.
Hasil studi menunjukkan bahwa tingkat kematian pada pasien lansia yang bermalam di IGD adalah 15,7 persen. Sedangkan tingkat kematian pasien lansia yang berhasil mendapatkan kamar rawat-inap sebelum tengah malam adalah 11,1 persen.
Temuan tersebut mengindikasikan bahwa pasien lansia yang bermalam di IGD memiliki peluang 40 persen lebih tinggi terhadap kematian dibandingkan pasien lansia yang tidak bermalam di IGD. Peluang tersebut tampak mengalami peningkatan yang lebih signifikan pada pasien lansia yang tidak bisa mandiri atau memerlukan bantuan dari orang lain untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Selain lebih berisiko terhadap kematian, pasien lansia yang bermalam di IGD juga berpeluang 24 persen lebih besar untuk mengalami masalah kesehatan baru selama menjalani masa rawat-inap. Masalah kesehatan yang baru ini bisa berupa jatuh, infeksi, perdarahan, serangan jantung, luka tekan atau dekubitus, strok, dan bekuan darah.
Tak hanya itu, pasien lansia yang bermalam di IGD cenderung membutuhkan waktu rawat inap yang lebih panjang dibandingkan pasien lansia yang pindah ke kamar rawat inap sebelum tengah malam.
Temuan ini mengindikasikan perlu adanya sejumlah perubahan yang dapat memperbaiki alur penerimaan pasien rawat-inap di rumah sakit. Salah satu perubahan yang direkomendasikan oleh tim peneliti adalah menghadirkan area baru yang minim pemicu stres di dalam IGD, yang dikhususkan untuk pasien dengan kondisi stabil dan sedang menunggu kamar rawat-inap.
Tim peneliti juga merekomendasikan hadirnya "discharge lounge" atau ruang tunggu untuk pasien rawat-inap yang sudah diperbolehkan untuk pulang. Dengan begitu, pasien tidak harus menunggu penyelesaian proses administrasi di dalam kamar rawat-inap dan kamar tersebut bisa dialihkan dengan lebih cepat kepada pasien lain yang belum mendapatkan kamar.