AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Para peneliti di divisi CSAIL Massachusetts Institute of Technology (MIT), yang berfokus pada teknik komputer dan pengembangan kecerdasan buatan (AI), membangun dua algoritma pembelajaran mesin yang dapat mendeteksi kanker pankreas pada ambang batas yang lebih tinggi daripada standar diagnostik saat ini. Alat ini dirancang untuk secara khusus mendeteksi adenokarsinoma duktal pankreas (PDAC), bentuk kanker pankreas yang paling umum.
Dilansir Engadget, Selasa (16/1/2024), kedua model tersebut bersama-sama dibentuk untuk menciptakan jaringan saraf “PRism”. Kriteria skrining PDAC standar saat ini mencakup sekitar 10 persen kasus pada pasien yang diperiksa oleh profesional. Sebagai perbandingan, PRISM MIT mampu mengidentifikasi kasus PDAC sebanyak 35 persen.
Meskipun penggunaan AI dalam bidang diagnostik bukanlah hal baru, PRISM MIT menonjol karena cara pengembangannya. Jaringan saraf diprogram berdasarkan akses ke beragam kumpulan catatan kesehatan elektronik nyata dari institusi kesehatan di seluruh Amerika Serikat (AS).
Data tersebut berisi data lebih dari lima juta catatan kesehatan elektronik pasien, yang menurut para peneliti dari tim tersebut “melampaui skala” informasi yang dimasukkan ke model AI dalam bidang penelitian khusus ini.
“Model ini menggunakan data klinis dan laboratorium rutin untuk membuat prediksi, dan keragaman populasi AS merupakan kemajuan yang signifikan dibandingkan model PDAC lainnya, yang biasanya terbatas pada wilayah-wilayah geografis tertentu seperti beberapa pusat kesehatan di AS,” kata Kai Jia, penulis senior makalah ini di MIT CSAIL PhD.
Proyek PRISM MIT dimulai lebih enam tahun lalu. Motivasi di balik pengembangan algoritma yang dapat mendeteksi PDAC sejak dini sangat berkaitan dengan fakta bahwa sebagian besar pasien didiagnosis pada tahap akhir perkembangan kanker, khususnya sekitar 80 persen terlambat didiagnosis.
AI bekerja dengan menganalisis demografi pasien, didiagnosis sebelumnya, pengobatan saat ini dan sebelumnya dalam rencana perawatan dan hasil-hasil laboratorium.
Secara kolektif, model ini berfungsi untuk memprediksi kemungkinan kanker dengan menganalisis data catatan kesehatan elektronik yang dipadukan dengan hal-hal seperti usia pasien dan faktor risiko tertentu yang terlihat dalam gaya hidup mereka. Namun, PRISM masih mampu membantu mendiagnosis pasien sebanyak mungkin dengan kecepatan yang dapat dijangkau AI secara luas.
Saat ini, teknologi tersebut terikat pada laboratorium-laboratorium MIT dan pasien-pasien terpilih di AS. Tantangan logistik dalam menskalakan AI akan melibatkan pemberian kumpulan data yang lebih beragam kepada algoritma dan bahkan mungkin profil kesehatan global untuk meningkatkan aksesibilitas.
Meskipun demikian, ini bukanlah upaya pertama MIT dalam mengembangkan model AI yang dapat memprediksi risiko kanker. Perusahaan ini terutama mengembangkan cara untuk melatih model bagaimana memprediksi risiko kanker payudara di kalangan wanita menggunakan catatan mammogram. Dalam penelitian tersebut, para ahli MIT menegaskan, semakin beragam kumpulan data, semakin baik AI dalam mendiagnosis kanker di berbagai ras dan populasi.
Pengembangan berkelanjutan dari model-model AI yang dapat memprediksi kemungkinan kanker tidak hanya akan meningkatkan hasil bagi para pasien jika keganasan teridentifikasi lebih awal, namun juga akan mengurangi beban kerja para profesional medis yang bekerja terlalu keras. Pasar AI dalam diagnostik sudah sangat siap menghadapi perubahan sehingga menarik minat perusahaan komersial teknologi besar seperti IBM, yang berupaya menciptakan program AI yang dapat mendeteksi kanker payudara setahun sebelumnya.