AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Penumpukan lemak visceral berlebih di dalam perut bisa meningkatkan risiko beragam masalah kesehatan, mulai dari diabetes tipe 1 hingga beberapa jenis kanker. Ironisnya, ada beberapa kebiasaan makan yang justru memicu penumpukan lemak berlebih di perut.
Berbeda dengan lemak subkutan yang ada di bawah kulit, lemak visceral adalah jenis lemak yang ada di dalam rongga perut. Menurut Cleveland Clinic, lemak visceral berada di sekitar organ-organ penting yang ada di rongga perut, seperti hati, lambung, hingga usus.
"(Penumpukan) lemak visceral lebih berbahaya untuk kesehatan Anda," jelas Cleveland Clinic melalui laman resmi mereka.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Harvard Medical School. Menurut Harvard Medical School, lemak visceral berlebih di dalam perut dapat meningkatkan risiko masalah metabolik, penyakit kardiovaskular, hingga diabetes tipe 2. Pada wanita, kelebihan lemak visceral juga bisa meningkatkan risiko kanker payudara dan peluang diperlukannya operasi kantong empedu.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah penumpukan lemak visceral di dalam perut. Salah satunya adalah membatasi konsumsi gula, makanan olahan, serta lemak trans.
Selain itu, penting juga untuk memantau kelebihan lemak visceral melalui pengukuran lingkar pinggang secara berkala. Menurut panduan dari Direktorat P2PTM Kementerian Kesehatan RI, batas aman lingkar perut untuk wanita adalah 80 cm dan untuk pria adalah 90 cm.
Menurut ahli gizi Destini Moody RDN CSSD LD, ada beberapa kebiasaan makan yang juga perlu dihindari agar lemak visceral tidak menumpuk di dalam perut. Berikut ini adalah lima kebiasaan yang perlu dihindari tersebut, seperti dilansir Eat This Not That pada Sabtu (10/2/2024):
1. Makan dengan distraksi
Hindari kebiasaan menyantap makanan sambil melakukan aktivitas lain, seperti menonton televisi atau bermain ponsel. Distraksi seperti ini bisa memicu makan berlebih dan kenaikan berat badan. Studi dalam Journal of Health Psychology menemukan bahwa orang yang makan sambil menonton televisi atau berjalan cenderung mengonsumsi makanan lima kali lebih banyak dibandingkan orang yang makan tanpa distraksi di meja makan.
"Distraksi bisa menyebabkan Anda makan lebih banyak dari biasanya, yang dapat dengan cepat menyebabkan peningkatan lemak perut," ujar Moody.
2. Minum alkohol
Minuman beralkohol umumnya tinggi akan kandungan kalori. Kandungan kalori ini berasal dari gula dan gandum yang terdapat di dalam minuman tersebut. Selain itu, minuman beralkohol juga bisa memicu perubahan metabolisme tubuh. Menurut beberapa studi, konsumsi alkohol yang berlebih dapat mengubah beberapa hormon yang bertugas membantu membakar lemak dan mengontrol rasa lapar.
3. Mengabaikan air putih
Selain rasa haus, dehidrasi terkadang memunculkan sensasi seperti rasa lapar. Sensasi rasa lapar ini akan mendorong orang-orang yang sedang dehidrasi untuk makan, alih-alih minum. Akibatnya, mereka akan mengonsumsi lebih banyak makanan dari yang sebenarnya dibutuhkan. Agar terhindari dari sinyal-sinyal lapar palsu ini, Moody menyarankan orang-orang untuk menjaga asupan air putih agar tubuh tetap terhidrasi.
4. Konsumsi makanan sehat secara berlebih
Makanan yang menyehatkan bukan berarti bisa dikonsumsi sebanyak mungkin. Beberapa makanan sehat juga bisa memiliki kalori yang cukup tinggi, seperti kacang-kacangan, alpukat, dan minyak zaitun. Meski kaya akan antioksidan, gizi, serta lemak tak jenuh, orang-orang perlu memerhatikan porsi saat mengonsumsi makanan-makanan ini. Bila dikonsumsi secara berlebih, makanan-makanan sehat berkalori tinggi juga bisa memicu kenaikan berat badan dan penumpukan lemak di perut.
5. Sering makan di luar
Sajian makanan di restoran biasanya memiliki kandungan lemak dan gula yang tinggi. Seperti diketahui, konsumsi lemak dan gula berlebih merupakan pemicu penumpukan lemak di perut. Oleh karena itu, Moody lebih merekomendasikan orang-orang untuk menyantap masakan buatan sendiri agar bisa mengatur bahan hingga porsi makanan yang akan dikonsumsi.
"Selain sodium dan lemak jenuh, makanan-makanan (dari restoran) sering kali mengandung gula tambahan, yang bisa mendorong terjadinya peradangan kronis dan kenaikan berat badan," ujar Moody.