AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Sebuah video penjual nasi uduk dengan lauk rendang babi di kawasan Pasar Mandiri Sumagung, Kelapa Gading, Jakarta Utara, sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu. Dalam video itu, penjual menyampaikan bahwa semula warungnya tidak memiliki stiker nonhalal. Namun Satpol PP akhirnya meminta pedagang itu mencantumkannya.
Founder Indonesia Halal Watch, Ikhsan Abdullah, menanggapi kejadian tersebut. Menurut Ikhsan, sudah semestinya terdapat keterangan di berbagai gerai apakah makanan yang dijual di sana termasuk menu yang halal atau nonhalal. Apalagi, jika di suatu wilayah terdiri dari masyarakat yang heterogen.
"Betapa penting kehadiran label atau stiker halal dan nonhalal untuk semua produk, guna melindungi kepentingan masyarakat konsumen," ujar Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu kepada Republika.co.id, Rabu (14/2/2024).
Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut menyampaikan bahwa beberapa bulan lagi Indonesia akan memasuki Fase Mandatori Sertifikasi Halal. Tepatnya, pada 17 Oktober 2024. Artinya, semua produk yang masuk dan beredar di seluruh wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.
Ikhsan menjelaskan, mandatori artinya kewajiban. Ada perubahan ketentuan dari sebelumnya yang bersifat voluntary atau sukarela, menjadi mandatori. Hal itu sesuai bunyi Pasal 4 UU No 33 tahun 2014 yg sekarang menjadi UU No 6 tahun 2023.
Mulai Oktober 2024, pelaku usaha wajib memberikan informasi atas produknya kepada masyarakat, utamanya soal halal atau tidak. Wujudnya berupa stiker sebagai penanda. Produk yang halal sudah jelas dengan logo MUI yang sudah dikenal oleh masyarakat luas dan atau logo halal dari BPJPH Kementrian Agama.
Sedangkan, untuk produk yang tidak halal atau nonhalal nantinya akan ditandai dengan gambar kepala babi berwarna merah. "Sehingga, masyarakat bisa dengan jelas dan tidak akan keliru memilih dan membeli barang, baik makanan, minuman, kosmetika, obat dan barang gunaan, serta rekayasa teknologi seperti produk pertanian hasil GMO," kata Ikhsan.