AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Setelah berbulan-bulan menghadapi boikot dari seluruh dunia, akhirnya Starbucks angkat bicara. Starbucks menegaskan tidak memiliki agenda politik dan tidak pernah menggunakan keuntungannya untuk mendanai operasional pemerintah atau militer mana pun.
"Starbucks menjunjung tinggi kemanusiaan, mengutuk kekerasan, hilangnya nyawa orang yang tak berdosa, serta semua ujaran kebencian dan senjata," tulis pernyataan Starbucks yang diunggah melalui akun Instagram @starbucksindonesia, Jumat (23/2/2024).
Starbucks melanjutkan, pernyataan yang tidak benar tentang Starbucks telah tersebar melalui media sosial dan ini telah menyebabkan tindakan kekerasan serta vandalisme yang terisolasi di beberapa gerai kami di seluruh dunia, khususnya di Indonesia.
Sehingga, Starbucks merasa perlu meluruskan hal ini karena penyebaran informasi yang salah tidak dapat dibenarkan.
"Ini menyangkut lebih dari 6.000 partners (sebutan untuk karyawan), petani kopi, rekan bisnis, supplier hingga penerima manfaat kegiatan social impact kami yang adalah warga negara Indonesia," lanjutnya.
Meskipun akarnya berada di Amerika Serikat, Starbucks adalah perusahaan global dengan gerai yang tersebar di 86 pasar, termasuk lebih dari 1.900 gerai di 11 wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara yang mempekerjakan lebih dari 19 ribu partner (sebutan untuk karyawan) yang mengenakan green apron.
Sebanyak 400 ribu partner Starbucks di seluruh dunia memiliki pandangan berbeda mengenai beragam topik. Terlepas dari spektrum keyakinan tersebut, Starbucks telah dan tetap menjadi organisasi nonpolitik.
"Baik Starbucks maupun mantan pemimpin, presiden, dan CEO perusahaan, Howard Schultz, tidak memberikan dukungan finansial kepada pemerintah Israel dan/atau Angkatan Darat Israel dengan cara apa pun," tegas Starbucks.
Starbucks adalah perusahaan publik dan oleh karenanya diwajibkan untuk menyampaikan setiap pemberian perusahaan setiap tahun melalui proxy statement.
View this post on Instagram