Para peneliti kemudian menggunakan 921 video dari perpustakaan untuk mengajarkan dua model AI yang berbeda untuk mendeteksi infeksi telinga dengan memeriksa fitur membran timpani.
“Pada AOM, gendang telinga menonjol seperti bagel, meninggalkan area tengah depresi yang menyerupai lubang bagel,” kata Hoberman. Sebaliknya, pada anak-anak dengan otitis media dengan efusi, tidak ada penonjolan pada membran timpani.
Tim kemudian menguji kemampuan AI untuk mendeteksi infeksi telinga, menggunakan sisa 230 video dari perpustakaan. Kedua model AI tersebut cukup akurat, mampu mendeteksi infeksi telinga dari cairan di belakang telinga dengan akurasi lebih dari 93 persen.
Sebagai perbandingan, penelitian-penelitian sebelumnya menemukan bahwa keakuratan dokter manusia berkisar antara 30 persen dan 84 persen, kata para peneliti. Studi baru ini diterbitkan 4 Maret di jurnal JAMA Pediatrics.
“Temuan ini menunjukkan bahwa alat kami lebih akurat dibandingkan banyak dokter,” kata Hoberman. “Hal ini dapat menjadi terobosan dalam layanan kesehatan primer dengan mendukung dokter dalam mendiagnosis AOM secara ketat dan memandu keputusan-keputusan pengobatan,” ujarnya.
Video-video pemeriksaan dari setiap pasien juga dapat disimpan dalam rekam medis mereka, membantu dokter menangani masalah-masalah telinga di masa depan, tambah Hoberman.
“Kami juga dapat menunjukkan kepada para orang tua dan para peserta pelatihan [yang terdiri dari] mahasiswa kedokteran dan warga, apa yang kami lihat dan menjelaskan mengapa kami membuat diagnosis infeksi telinga atau tidak,” kata Hoberman.
“Ini penting sebagai alat pengajaran dan untuk meyakinkan orang tua bahwa anak mereka menerima perawatan yang tepat.”