Salah satu ulama mazhab Syafii bernama Syekh Sulaiman al-‘Ujaili menyebutkan dalam kitabnya, Hasyiyatul Jamal, bahwa yang termasuk dari ‘ain (hal yang membatalkan puasa) adalah asap dan uap. Akan tetapi, perlu dipilah lagi di antara berbagai asap dan uap yang ada.
"Jika asap/uap itu adalah yang terkenal diisap sekarang ini (maksudnya tembakau) maka puasanya batal. Tapi jika asap/uap lain, seperti asap/uap masakan, maka tidak membatalkan puasa. Ini adalah pendapat yang mu'tamad (dirujuk ulama karena kuat argumentasinya)." (Lihat Sulaiman al-‘Ujaili, Hasyiyatul Jumal ‘ala Syarhil Minhaj, Beirut, Darul Fikr, juz 2 halaman 317).
Begitu pula dalam kitab Tuhfatul Muhtaj, disebutkan bahwa orang yang mengisap rokok tembakau akan membatalkan puasa. Penulis kitab tersebut, Imam Ibnu Hajar al-Haitami, menyebutkan bahwa rokok dianggap membatalkan puasa karena memiliki 'sensasi' tertentu yang dapat dirasakan dari kandungan tembakaunya (Lihat Ibnu Hajar al Haitamin, Tuhfatul Muhtajfi Syarhil Minhaj, Mesir, al-Maktabah at-Tijariyah al-Kubra, 1983 M, juz 3 halaman 400-401).
Meski begitu, orang yang terpapar asap rokok atau perokok pasif, maka puasanya tidak batal. Batalnya puasa hanya jatuh bagi sang perokok saja, yang melakukan syurbud dukhan, sedangkan orang di sekitarnya hanya menghirup asap yang diembuskan perokok.
Sebagai alternatif rokok, banyak orang juga menggunakan alat vape dan shisha. Jika merujuk beberapa argumentasi di atas, maka keduanya juga membatalkan puasa. Sebab, keduanya menggunakan cairan/gel yang diuapkan, serta sengaja dihirup oleh pemakainya.