AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Suami memiliki kewajiban memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Namun, apakah suami wajib memberitahukan kepada istri informasi tentang besaran gajinya secara mendetail? Para pendakwah memiliki penjelasan tentang hal tersebut.
Ustadz Syafiq Riza Basalamah menyampaikan dalam ceramahnya yang disiarkan di kanal YouTube "Kajian Ar-Rahman" bahwa hal tersebut sifatnya tidak harus. Pendakwah, dosen, dan penulis yang berasal dari Jember itu menyebut istri tidak perlu mengetahui besaran gaji suami.
"Suami punya kewajiban memberi nafkah kepada istri, kepada orang tua dan kerabat, tapi istri tidak perlu tahu gajinya suami. Namun, hendaklah suami memberi nafkah kepada istri sesuai kemampuan," ujar Ustadz Syafiq.
Hal tersebut tercantum dalam QS At-Talaq ayat 7. Firman Allah SWT tersebut berbunyi, "Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan".
Ustadz Syafiq menyampaikan, dalam Islam, aturan suami menafkahi istri adalah sesuai dengan kemampuan, bukan sesuai dengan kebutuhan. Dalam artian, katakanlah gaji suami sebesar Rp 50 juta, dan kebutuhan rumah tangga terhitung sebesar Rp 5 juta.
Dengan kemampuan suami yang demikian, dia tidak boleh hanya memberikan uang belanja sebesar Rp 5 juta kepada istri, tapi tentunya lebih dari itu sesuai kemampuan. Namun, suami juga harus memikirkan tanggungan lainnya, seperti menunaikan hak orang tua, atau keperluan lainnya.
"Allah mengatakan, hendaklah seseorang itu memberi nafkah kepada istrinya sesuai keluasan dia. Kalau dilapangkan atau disempitkan rezekinya, maka berilah nafkah sesuai dengan apa yang Allah berikan kepada dia," ucap Ustadz Syafiq.
Profesor KH Yahya Zainul Ma'arif yang akrab disapa dengan panggilan Buya Yahya juga menyampaikan pandangannya lewat ceramah dan tanya jawab yang disiarkan di kanal YouTube Al-Bahjah TV. Buya Yahya menyebut istri eloknya tidak perlu tahu berapa gaji suami.
"Tidak perlu bertanya, 'Berapa gajimu?'. Ini bisa menjadi bermasalah nanti karena seorang suami kadang tanggungannya banyak. Ada ibunya, ayah, adik, sehingga bisa saja yang diberikan kepada istrinya hanya seperempat dari gajinya, tapi dengan jumlah yang cukup," ujar Buya Yahya.
Menurut Buya Yahya, selagi tidak ada tanda-tanda keharaman dalam pekerjaan suami atau keharaman uang yang dipakai untuk menafkahi keluarga, maka tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Namun, kalau sudah terlihat tanda-tanda keharaman, istri wajib menanyakan dengan rinci terkait pekerjaan dan dari mana uang yang didapat suami.
Apabila telah terbukti bahwa ada unsur haram dari pekerjaan atau uang nafkah itu, istri berhak meminta suaminya untuk mengubah pekerjaannya. Buya Yahya mewanti-wanti, jangan sampai istri dan anak setiap hari diberi makan dari uang haram.
Disampaikan Buya Yahya, perkara nafkah haram adalah sesuatu yang tidak boleh disepelekan. Apabila suami memiliki pekerjaan atau menghasilkan uang yang diketahui haram, tetapi tidak mau mengikuti nasihat istri untuk berubah, maka Buya Yahya mengatakan istri boleh menjauh, tidak memakai uang nafkah, bahkan meminta berpisah.
Perkara haram pun beragam jenisnya, bukan sekadar bisnis haram, mencuri, merampok, mencopet, berjudi, hasil zina, atau riba. Buya Yahya mencontohkan, uang hasil korupsi atau pengurus pesantren dan pengurus masjid yang mengambil apa yang bukan haknya pun termasuk harta haram.
"Hati-hati, wahai hamba Allah, yang kita rindukan adalah ridha Allah, jangan hanya memikirkan bersenang-senang di dunia. Jadilah istri yang solehah, yang meluruskan suami. Jadilah suami yang soleh, berikan nafkah anak istrimu dengan yang halal. Koreksi diri masing-masing, apakah ada keharaman yang selama ini kita lakukan, yuk kita hijrah, yuk kita tinggalkan," kata Buya Yahya.