AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Sejumlah ahli kesehatan dari European Food Safety Authority (EFSA) meyakini bahwa flu burung (avian influenza) berpotensi memicu terjadinya pandemi di masa depan. Kekhawatiran ini muncul karena manusia tidak memiliki imunitas terhadap flu burung, sehingga penyebarannya bisa terjadi dengan cepat.
EFSA menyatakan bahwa virus penyebab flu burung terus berkembang secara global. Di saat yang sama, burung-burung liar kerap melakukan migrasi. Burung-burung ini berpotensi membawa mutasi yang memungkinkan virus untuk beradaptasi lebih baik pada mamalia, termasuk manusia.
Seperti diketahui, flu burung merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Salah satu contoh virus influenza tipe A yang dapat menyebabkan flu burung pada manusia adalah H5N1.
Bila mutasi membuat H5N1 mampu beradaptasi dan menyebar lebih baik di antara manusia, EFSA menyatakan bahwa transmisi atau penularan berskala besar bisa terjadi. Penularan berskala besar ini mungkin terjadi karena manusia tidak memiliki imunitas yang dapat melindungi tubuh dari virus-virus influenza tipe A atau H5.
Situasi ini tentu mengkhawatirkan, mengingat flu burung memiliki tingkat fatalitas yang tinggi pada manusia, seperti dikutip dari laman Express pada Senin (8/4/2024). Tingkat fatalitas flu burung pada manusia bisa mencapai 60 persen.
Sebagian besar kasus flu burung pada manusia dialami oleh orang-orang yang berkontak dengan unggas sakit atau mati tanpa pelindung, orang-orang yang mengunjungi pasar unggas, atau orang-orang yang terpapar oleh lingkungan terkontaminasi. Untuk menghentikan atau mencegah pandemi flu burung, beberapa langkah yang perlu dilakukan adalah membatasi paparan dan menghentikan penyebaran virus dari unggas ke mamalia dan manusia.
"Termasuk meningkatkan pengawasan terhadap manusia dan hewan, memastikan adanya akses terhadap diagnostik cepat, mempromosikan kolaborasi antara sektor hewan dan manusia, serta menerapkan tindakan pencegahan seperti vaksinasi," tutur EFSA.
EFSA juga menekankan pentingnya perencanaan yang lebih hati-hati pada peternakan unggas dan hewan berbulu. Hal ini perlu semakin diperhatikan bila peternakan tersebut memiliki banyak unggas air, seperti bebek atau angsa.
Kasus Flu Burung pada Manusia
Virus H5N1 yang sangat menular pertama kali teridentifikasi pada unggas air domestik di China Selatan, pada 1996. Lalu, pada 1997, terjadi wabah flu burung akibat H5N1 pada unggas di China dan Hong Kong. Ada sekitar 18 kasus flu dengan enam kasus kematian pada manusia di Hong Kong yang diasosiasikan dengan wabah tersebut.
"Virus ini terus menyebar dan menyebabkan lebih dari 860 kasus infeksi pada manusia dengan tingkat kematian lebih dari 50 persen," jelas Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melalui laman resminya.
Setelah itu, selama beberapa tahun virus H5N1 tidak terdeteksi secara meluas. Namun pada 2003, H5N1 kembali muncul di China dan beberapa negara lain dan memicu wabah pada unggas di Asia.