AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Pasangan dari pasien strok, serangan jantung, dan gagal jantung berisiko lebih besar untuk mengalami depresi. Temuan terbaru ini menekankan pentingnya upaya preventif untuk menjaga kesehatan mental pasangan dari pasien penyakit kardiovaskular.
Temuan ini diungkapkan dalam sebuah studi pada JAMA Network Open. Melalui studi ini, tim peneliti menganalisis riwayat kesehatan dari 277.142 pasangan menikah selama periode April 2015 hingga Maret 2022. Riwayat kesehatan para pasangan dalam studi ini diambil dari program Japan Health Insurance Association.
Sekitar 95 persen serangan kardiovaskular yang dihadapi oleh pasangan suami-istri dalam studi ini dialami oleh pihak suami. Sedangkan rerata usia pasangan suami-istri dalam studi ini adalah 58 tahun.
Hasil studi menunjukkan bahwa pihak istri atau suami yang pasangannya mengalami serangan kardiovaskular, seperti strok, serangan jantung, atau gagal jantung, berisiko 13-14 persen lebih tinggi terhadap depresi. Risiko depresi tampak lebih tinggi ketika pasangan mengalami strok atau gagal jantung dibandingkan ketika pasangan mengalami serangan jantung.
Studi ini juga menemukan bahwa risiko depresi bisa menjadi lebih tinggi ketika pasangan yang terkena serangan kardiovaskular harus dirawat di rumah sakit. Temuan ini mengindikasikan bahwa serangan kardiovaskular tak hanya dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pasien, tetapi juga orang terdekat yang akan merawat pasien, yaitu pasangan mereka.
"Kejadian penyakit kardiovaskular pada pasangan berkaitan dengan peningkatan risiko seseorang terhadap depresi," tutur tim peneliti dalam studi, seperti dilansir Express pada Jumat (26/4/2024).
Temuan ini kembali menyoroti pentingnya memberikan layanan preventif kesehatan mental bagi orang-orang yang pasangannya mengalami serangan kardiovaskular. Layanan preventif ini sepatutnya diberikan secara komprehensif, menurut tim peneliti.
Selain itu, tim peneliti juga menyatakan ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko pasangan dari pasien kardiovaskular terhadap depresi. Faktor tersebut mencakup kurang tidur, terpaksa izin kerja, tekanan finansial, hingga kurang olahraga.