AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Ilmuwan menemukan wujud baru virus monkeypox (MPXV) di sebuah kota tambang di Kongo. Virus penyebab cacar monyet atau mpox ini dapat menyebar lebih mudah di antara manusia.
Kabar ini muncul di saat Kongo masih bergelut dengan wabah mpox yang sulit untuk dikendalikan. Sejak Januari, Kongo mencatat ada lebih dari 4.500 kasus suspek mpox dengan hampir 300 kasus kematian.
Angka kasus dan kematian akibat mpox ini mengalami peningkatan hampir tiga kali lipat bila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Situasi ini juga mendorong Kongo untuk mendeklarasikan wabah mpox sebagai darurat kesehatan nasional.
Sebelum jenis MPXV baru ditemukan, sekelompok peneliti telah mendeteksi adanya mutasi genetik pada virus penyebab mpox tersebut. Mutasi genetik ini ditemukan setelah tim peneliti menganalisis sampel dari pasien yang dirawat di Kamituga, Kongo Timur, pada periode Oktober-Januari.
Menurut tim peneliti, mutasi genetik terjadi karena transmisi mpox di antara manusia di Kamituga terus berlangsung. Kamituga adalah kota di mana kontak antara manusia dengan hewan liar yang menularkan mpox sangat jarang terjadi.
"Kita berada di fase baru mpox," jelas ketua tim peneliti sekaligus kepala laboratorium National Institute of Biomedical Research di Congo, dr Placide Mbala-Kingebeni, seperti dilansir AP pada Jumat (3/5/2024).
Dokter Mbala-Kingebeni dan koleganya juga melaporkan temuan jenis mpox yang baru. Perlu diketahui, virus penyebab mpox atau MPXV dapat dibagi menjadi dua kelas, yaitu clade 1 dan clade 2.
Clade 1 menyebabkan kasus mpox yang lebih berat dan bisa menyebabkan kematian pada 10 persen dari total orang yang terinfeksi. Sedangkan clade 2 menyebabkan mpox yang lebih ringan dan lebih dari 99 persen penderitanya bisa bertahan hidup. Virus MPXV dalam kategori clade 2 inilah yang menyebabkan wabah mpox global pada 2022.
Menurut dr Mbala-Kingebeni dan koleganya, jenis MPXV baru yang mereka temukan di Kamituga masuk ke dalam kategori clade 1. MPXV baru inilah yang diyakini menyebabkan lebih dari 240 kasus mpox dengan tiga kasus kematian di Kamituga.
"Ini mengindikasikan bahwa virus (MPXV) telah beradaptasi untuk menyebar lebih efisien pada manusia dan bisa menyebabkan sejumlah wabah yang cukup konsekuensial," tutur pakar penyakit menular dari Emory University, dr Boghuma Titanji.
Dokter Mbala-Kingebeni menjelaskan, lesi mpox yang ditemukan pada wabah kali ini relatif lebih ringan dibandingkan wabah sebelumnya. Selain itu, sebagian besar pasien umumnya memiliki lesi mpox yang lebih terkonsentrasi pada area genital.
Sebagai perbandingan, wabah mpox yang terjadi sebelumnya di Afrika cenderung memunculkan lesi di area dada, lengan, dan kaki. Tingkat kematian pada wabah mpox saat ini juga lebih rendah bila dibandingkan wabah sebelumnya.