AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Pihak Kementerian Kesehatan mengatakan cara paling efektif untuk memperlancar produksi ASI yakni ibu menyusui bayi dengan benar sesering dan selama bayi menghendaki, serta tidak sembarangan memberikan makanan atau minuman lain.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu, Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan dr. Lovely Daisy menjelaskan, memberikan tanggapan mengenai ASI yang sulit atau tidak ke luar seringkali membuat para ibu khawatir.
“Selama beberapa hari setelah melahirkan, ASI yang ke luar berupa kolostrum dengan volume sekitar 5-7 ml. Kolostrum berwarna kekuningan atau bening, mengandung protein yang lebih tinggi dari ASI yang muncul kemudian dan mengandung zat anti infeksi. Inilah yang sering dianggap ibu sebagai ASI tidak, sulit atau sedikit ke luar,” kata Lovely.
Dia menjelaskan, pemberian air susu ibu (ASI) untuk mendukung kesehatan bayi dan anak telah diatur dalam Pasal 24 hingga Pasal 48 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Lovely menyebutkan, pasal 24 menegaskan bahwa setiap bayi berhak mendapatkan ASI eksklusif sejak lahir hingga berusia 6 bulan, lalu dilanjutkan hingga berusia 2 tahun sambil diberikan makanan pendamping. Ketentuan ini seringkali menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat, terutama mengenai solusi jika ASI ibu sulit atau tidak keluar.
Dia menerangkan bahwa seiring berjalannya waktu, kolostrum akan berubah menjadi ASI transisi, lalu menjadi ASI matang. Perubahan tersebut juga akan diiringi dengan pertambahan volume ASI.
Selain itu, katanya, produksi ASI dipengaruhi oleh isapan bayi pada saat menyusu. Dia menilai, semakin sering bayi menyusu dengan cara yang benar, maka semakin banyak ASI diproduksi.
Menurutnya, ibu dapat mempraktikkan teknik menyusui yang benar melalui perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar. Indikator dalam proses menyusui yang efektif meliputi posisi ibu dan bayi yang benar, perlekatan bayi yang tepat, dan keefektifan isapan bayi pada payudara.
Dia menyebut bahwa teknik menyusui yang salah dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti puting susu menjadi lecet dan ASI tidak keluar secara optimal. Akibatnya dapat memengaruhi produksi ASI, sehingga bayi dapat menjadi enggan menyusu. Hal ini menyebabkan kebutuhan nutrisi bayi tidak tercukupi.
“Untuk menyusui dengan benar, ibu dapat menghubungi konselor menyusui di fasilitas pelayanan kesehatan terdekat atau mengakses telekonseling menyusui jika ibu mengalami keraguan terkait menyusui ataupun jika ada kendala,” ucap Daisy.
Pemberian asupan selain ASI, ujarnya, akan menghambat produksi ASI, karena bayi akan kenyang dan jarang menyusui. Oleh karena itu, kata Lovely, susu pengganti ASI atau susu formula diberikan ketika ada indikasi medis setelah melalui penilaian oleh dokter yang kompeten.
“Dampak lain yang dapat terjadi adalah meningkatnya risiko kesakitan pada bayi, karena kurang mendapatkan zat-zat kekebalan yang hanya terdapat di dalam ASI. Berkurangnya intensitas menyusui langsung juga dapat memengaruhi kedekatan antara ibu dan bayi (bonding) yang terjalin pada saat proses menyusui,” kata dia.