AMEERALIFE.COM, ISTANBUL --Rencana pelarangan TikTok di Amerika Serikat (AS) mendorong banyak pengguna untuk mencari alternatif lain. Salah satu platform yang menjadi sorotan adalah RedNote, aplikasi asal China yang juga dikenal sebagai Xiaohongshu.
Pengguna TikTok di AS beralih ke RedNote karena kesamaan fitur dan konten yang ditawarkan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat larangan, minat masyarakat terhadap platform berbagi video pendek tetap tinggi.
Ancaman pelarangan TikTok di AS yang dijadwalkan mulai 19 Januari 2025 mendorong banyak pengguna platform itu di Amerika beralih ke RedNote. Sejak Senin (13/1/2025), RedNote menjadi aplikasi yang paling banyak diunduh di AS.
Namun, popularitas itu menghadirkan tantangan bagi RedNote, yang harus menyeimbangkan kebijakan moderasi konten ketat ala Tiongkok dengan pengalaman pengguna yang positif bagi pengguna non-China. Beberapa pengguna mengeluhkan kebijakan sensor RedNote, yang tidak hanya membatasi konten kekerasan, ujaran kebencian, dan pornografi, tetapi juga jenis unggahan lainnya.
Ketika ditanya tentang kebijakan sensor di RedNote, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menyatakan dalam konferensi pers, “Kami percaya bahwa platform apa pun yang Anda gunakan adalah pilihan pribadi, dan kami mendorong serta mendukung pertukaran antarindividu".
Internet di China telah lama dikenal dengan penyensoran terhadap istilah dan topik yang dianggap sensitif secara politik atau sosial. Pada 2024, Weibo mengumumkan upaya untuk menghapus konten dengan “nilai-nilai yang tidak diinginkan” seperti unggahan yang "memamerkan kekayaan dan memuja uang".
Pada 2021, Weibo didenda 14,3 juta yuan (sekitar 2,2 juta dolar AS atau sekitar Rp36 miliar) karena memuat unggahan sensitif secara politik, misinformasi, dan materi terlarang lainnya. Larangan TikTok akan mulai berlaku pada Ahad (19/1/2025), kecuali ByteDance, perusahaan induknya, mentransfer kepemilikan atau ada keputusan hukum menit terakhir yang mencegah pelarangan.
Larangan itu diajukan karena kekhawatiran keamanan nasional terkait potensi pembagian data dengan otoritas China, yang dibantah oleh ByteDance. Presiden AS terpilih Donald Trump, yang akan dilantik pada Senin (20/1/2025), menentang larangan tersebut dan telah meminta Mahkamah Agung untuk melakukan peninjauan darurat. Meskipun Trump mendukung larangan TikTok selama masa jabatan pertamanya, ia mengubah posisinya pada Maret setelah bertemu dengan Jeff Yass, seorang pendukung kampanye kepresidenannya sekaligus investor di TikTok.