Sabtu 15 Feb 2025 20:41 WIB

Joko Anwar Angkat Isu Rasisme di Film Terbaru Pengepungan di Bukit Duri

Film Pengepungan Bukit Duri menggambarkan situasi imajiner penuh ketegangan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Sutradara Joko Anwar. Joko kembali dengan proyek terbarunya bergenre drama-aksi berjudul Pengepungan di Bukit Duri.
Foto: ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA
Sutradara Joko Anwar. Joko kembali dengan proyek terbarunya bergenre drama-aksi berjudul Pengepungan di Bukit Duri.

AMEERALIFE.COM, JAKARTA – Setelah sukses dengan berbagai film horor, Joko Anwar kembali dengan proyek terbarunya bergenre drama-aksi berjudul Pengepungan di Bukit Duri. Melalui film ini, Joko berusaha mengangkat isu-isu sosial yang sangat relevan di Indonesia, seperti diskriminasi rasial, kekerasan, dan pendidikan.

Meski memuat isu krusial, dia menegaskan filmnya ini tidak dibuat untuk menggurui atau memberikan pesan moral secara langsung. Menurut dia, film ini hadir untuk memantik diskusi di antara masyarakat terkait isu-isu sosial yang sering diabaikan.

Baca Juga

“Sebagai filmmaker kita enggak boleh merasa diri kita lebih tinggi. Setiap bikin film termasuk Pengepungan di Bukit Duri, kita tidak ingin bilang ‘ini lho pesannya’. Yang kita ingin agar film ini menjadi pemantik diskusi dan menyadari bahwa ada masalah yang harus kita hadapi bersama sebagai bangsa,” kata Joko Anwar kepada Republika.co.id saat ditemui seusai screening terbatas di Senayan City, Jakarta, Sabtu (15/2/2025).

Film Pengepungan Bukit Duri berlatarkan tahun 2027 dan menggambarkan situasi imajiner yang penuh ketegangan. Ceritanya berfokus pada karakter Edwin (Morgan Oey), seorang guru yang berjuang menjadi keponakannya yang hilang di tengah kerusuhan kota.

Edwin harus menghadapi tantangan besar ketika pencariannya membawa dia ke sebuah SMA di Bukit Duri, yang merupakan sekolah untuk anak-anak bermasalah. Di sekolah ini, ia harus berhadapan dengan murid-murid berbahaya dan berpotensi mengancam keselamatannya. Ketika kerusuhan kota kembali meletus, situasi semakin menegangkan dan membuat mereka terjebak di dalam sekolah, menciptakan momen dramatis dan penuh darah.

Joko mengungkap alasan mengapa ia memilih untuk mengangkat kisah anak bermasalah sebagai pusat cerita. Menurut dia, anak-anak bermasalah sering kali dipandang sebelah mata tanpa memahami latar belakang sebenarnya.

“Ya mungkin selama ini kita sering menganggap anak nakal itu ya negatif, disepelekan. Tapi dari film ini saya ingin bilang bahwa ini bisa jadi karena sistem yang membuat mereka jadi seperti itu,” kata Joko Anwar.

Sebelum tayang serentak di bioskop pada 17 April 2025, Joko Anwar bersama tim juga melakukan screening terbatas dengan mengundang komunitas yang memiliki keterkaitan dengan isu yang diangkat. Joko mengatakan, tujuan screening terbatas ini adalah untuk mengukur sejauh mana film tersebut berhasil menyampaikan relevansi isu-isu sosial yang ada di Indonesia.

“Kami ingin insight dari mereka, melihat sudah sejauh apa tingkat keberhasilannya atau pencapaiannya dalam menyampaikan isu-isu yang sedang relevan di Indonesia,” kata Joko Anwar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement