“Karya-karya besar dari sineas Iran, mengajarkan kepada dunia, bahwa kebudayaan tidak bisa dikatakan kecil pengaruhnya dalam membangun kepedulian-sosial. Sehingga menembus batas-batas entitas kelompok sosial manapun,” tegas alumni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia ini.
Dari banyak film-film Iran yang jumlahnya tidak kurang 700 film per-tahun-nya, bagi Dirjen Diplomasi Kebudayaan, film-film asal persia itu syarat dengan nilai-nilai kemanusiaan universal. Misalnya tentang cinta, perjuangan, harapan, dan identitas manusia-sejati. Maka, tak bisa dipungkiri bahwa kekuatan film, dalam konteks hubungan Indonesia-Iran, menjadi sesuatu yang penting, bagai sebuah “jembatan”, untuk membangun dan memperkuat ikatan-persaudaraan antara Indonesia dan Iran.
Keunggulan lain dari film-film Iran, juga dikatakan Prof. Luthfi Zuhdi, yang menjadi narasumber bersama Khaje Pasha, produser film-Iran. Menurut Zuhdi, Iran adalah bangsa yang memiliki sumber-sumber pemikiran keagamaan yang kuat, yang tumbuh dan berkembang sejak lama. Bahkan, pengaruhnya masih terasa kuat hingga saat ini. “Tradisi pemikian keagamaan di Iran terus hidup, bahkan dinamis. Resonansinya terasa sampai ke Indonesia,” katanya. Hal ini, lanjutnya, tidak dimiliki oleh negara-negara di Timur Tengah secara keseluruhan.
Mungkin hanya Mesir yang dianggap memiliki kesamaan dengan Iran. “Mesir lumayan terbuka dalam hal pemikiran keagamaan, dibandingkan negara-negara di Timur Tengah pada umumnya,“ kata ahli kajian Timur Tengah, Luthfi Zuhdi.
Bicara film-Iran, bagi Luthfi Zuhdi, bukan sekedar keahlian seorang produser menyajikan fakta dan narasi, atau sebagai industri produk-kebudayaan sebuah bangsa. Tapi, produk kebudayaan dan film-film yang keluar dari Iran, mencerminkan pemikiran keagamaan yang sudah tertanam kuat dalam sejarah peradaban persia.