AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Layanan "beli sekarang, bayar kemudian" atau paylater semakin populer di era digital yang serbacepat. Sekilas, paylater dianggap membawa "kemudahan". Namun yang kurang disadari adalah risiko serius di baliknya.
Menurut laporan perilaku pengguna paylater yang dirilis pada 2024, pengajuan pinjaman daring tahunan meningkat sebesar 61,90 persen. Fenomena ini menjadi perhatian serius, terutama terkait dampaknya pada kesehatan mental dan stabilitas finansial pengguna.
Psikolog Klinis, Disya Arinda, M.Psi., Psikolog mengingatkan generasi muda untuk memperhatikan kondisi psikologis sebelum dan saat menggunakan paylater. Menurut dia, generasi muda cenderung lebih rentan terhadap keputusan impulsif ataupun tren jangka pendek yang dapat memengaruhi keputusan finansial.
"Tanpa kesiapan dan perencanaan, layanan keuangan apa pun, termasuk paylater, berisiko disalahgunakan untuk tujuan konsumtif yang tidak sehat. Oleh karena itu, penting untuk memastikan kondisi mental yang stabil supaya bisa mendapatkan manfaat semestinya dari penggunaan paylater,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id pada Senin (24/2/2025).
Selain kondisi psikologis yang tidak stabil, fenomena fear of missing out (FOMO) dan you only live once (YOLO) dinilai juga memperkuat pola hidup konsumtif masyarakat, terutama generasi muda. Riset yang dilakukan GlobalWebIndex ungkap bahwa 62 persen individu yang mengalami FOMO merupakan penduduk berusia 16–34 tahun. Lebih lanjut, riset lain yang dilakukan oleh OCBC juga mengungkapkan bahwa 80 persen generasi muda menghabiskan uang untuk mengikuti gaya hidup teman.
Disya mengatakan penggunaan paylater yang didorong oleh FOMO dan YOLO secara berulang dapat memicu stres finansial dan pola impulsif yang sulit dikendalikan. Secara psikologis, fenomena ini dapat meningkatkan kecemasan dan mengganggu mental well-being. Oleh karena itu, kata dia, penting untuk tidak hanya mempertimbangkan manfaat sebelum menggunakan paylater, tetapi juga dampaknya pada kesehatan mental.
"Tak berhenti di situ, setelah menggunakannya, pengelolaan emosi dan keuangan yang baik juga diperlukan agar dapat bertanggung jawab akan keputusan finansialnya sehingga tidak menjadi pemicu stres jangka panjang," ujar Disya.
Dia mengatakan, sebelum menggunakan paylater, penting untuk bertanya pada diri sendiri, “Apakah ini benar-benar diperlukan? Mampukah saya melunasi cicilannya? Apakah paylater akan membantu mengelola cash flow atau justru membuat semakin boros?”. Proses ini dinilai penting agar setiap penggunaan paylater didasari atas rasionalitas yang baik dan disertai kesadaran akan manfaat serta risiko yang mungkin timbul.
Tak hanya paylater, Disya menekankan bahwa dampak baik atau buruk dari layanan keuangan bergantung pada keputusan masing-masing individu. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk terus mengedukasi diri sendiri tentang risiko dan manfaat dari sebuah layanan pembiayaan.
“Sering kali saat sedang terdesak atau ‘BU’ (Butuh Uang), kita ingin segera mengambil keputusan. Padahal, keputusan yang diambil dalam kepanikan bisa berdampak negatif secara finansial maupun psikologis. Oleh karena itu, sangat penting bagi masyarakat untuk lebih sadar sepenuhnya atau mindful ketika menggunakan layanan pembiayaan, supaya tidak menambah tekanan di kemudian hari,” ujarnya.
Menanggapi fenomena ini, Kredivo, berkomitmen terus mengedukasi pengguna agar menggunakan paylater dengan bijak, termasuk melalui berbagai inisiatif strategis seperti #AutoMikir dan #AndaiAndaPandai.
SVP Marketing & Communications Kredivo, Indina Andamari, menyatakan Kredivo percaya bahwa paylater adalah instrumen keuangan yang dapat membantu pengguna memenuhi berbagai kebutuhan dan meningkatkan kualitas hidup, bukan sebagai sarana untuk gaya hidup boros dan berlebihan.
"Dari sisi kami, Kredivo terus berinovasi dan memperluas jangkauan layanan, dengan tetap konsisten memberikan edukasi kepada pengguna dan memperkuat manajemen risiko, untuk memastikan keyakinan kami tersebut dapat selalu terealisasi," kata dia.