AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Banyak orang mungkin tidak menyadari galon guna ulang yang dipakai sehari-hari untuk minum air bisa menjadi ancaman serius bagi kesehatan. Galon yang tampak kusam, penuh baret, atau bahkan penyok sering kali tetap digunakan, padahal kondisi tersebut bisa menandakan bahaya tersembunyi.
David Tobing dari Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi galon-galon guna ulang yang telah bertahun-tahun beredar dan kini dikenal sebagai ganula atau galon lanjut usia.
Menurut hasil investigasi KKI, lebih dari 40 persen galon guna ulang yang beredar di pasaran berusia lebih dari dua tahun. Padahal, masa pakai ideal galon jenis ini hanya sekitar 40 kali isi ulang atau setara satu tahun penggunaan. “Kalau seminggu dipakai sekali, maka dalam satu tahun galon itu seharusnya tidak boleh digunakan lagi,” ujar David.
Masalah utama dari penggunaan ganula adalah potensi pelepasan zat kimia berbahaya bernama Bisphenol-A (BPA). Zat ini merupakan bahan utama pembuat galon polikarbonat dan dikenal sebagai endocrine disruptor, yakni zat yang dapat mengganggu sistem hormon tubuh manusia. “Bisa berdampak pada kesuburan, perkembangan anak, dan meningkatkan risiko penyakit, termasuk kanker, jika terpapar terus-menerus,” tegas David.
Survei KKI di lima kota besar yakni Jakarta, Medan, Bali, Banjarmasin, dan Manado, menunjukkan 83,7 persen responden tidak pernah memperhatikan informasi produksi pada galon karena terletak di bagian bawah. “Bagaimana konsumen bisa melihat tanggal kedaluwarsa kalau posisi informasinya di bawah galon? Kan tidak mungkin kita angkat-angkat galon sebesar itu,” ujarnya.
Temuan lain yang tak kalah mengejutkan, 43,4 persen responden tidak tahu bahwa galon guna ulang dapat mengandung BPA. Namun setelah diberi penjelasan tentang bahaya zat tersebut, 96 persen dari mereka menyatakan setuju agar pelabelan peringatan BPA dipercepat, dan tidak menunggu hingga 2028 seperti rencana saat ini. “Undang-Undang Hukum Pidana saja masa transisinya dua tahun, kok ini empat tahun?” kata David.
Melihat tingginya potensi paparan BPA, KKI mendesak pemerintah dan produsen air minum untuk mempercepat kewajiban pelabelan risiko BPA serta mencantumkan masa pakai galon secara jelas. David juga menekankan pentingnya hak konsumen atas informasi yang transparan dan perlindungan maksimal. “Konsumen bukan kelinci percobaan. Mereka berhak tahu isi galon yang mereka konsumsi setiap hari,” ujarnya.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk lebih kritis dengan memeriksa kondisi galon secara visual dan meminta penggantian galon jika terlihat seperti ganula. “Kesadaran konsumen masih rendah, dan perlindungan terkait BPA serta ganula juga masih minim. Maka dari itu, selain peraturan perlu diperbaiki, edukasi publik harus ditingkatkan agar seluruh lapisan masyarakat memahami bahaya BPA dan galon lanjut usia terhadap kesehatan,” ujar David.