Rabu 04 Jun 2025 17:21 WIB

Keju Bikin Happy? Ahli Gizi Ungkap Hubungan Kuatnya dengan Kesehatan Mental

Konsumsi keju dikaitkan dengan kesehatan mental, kok bisa?

Rep: Antara/ Red: Qommarria Rostanti
Keju (ilustrasi). Asosiasi Ahli Gizi Olahraga Indonesia (ISNA) menyatakan bahwa jumlah keju yang dikonsumsi memiliki hubungan kuat dengan kondisi kesehatan mental seseorang.
Foto: Dok. Freepik
Keju (ilustrasi). Asosiasi Ahli Gizi Olahraga Indonesia (ISNA) menyatakan bahwa jumlah keju yang dikonsumsi memiliki hubungan kuat dengan kondisi kesehatan mental seseorang.

AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Beberapa temuan menunjukkan bahwa pola makan, termasuk asupan produk susu seperti keju, mungkin memiliki peran yang lebih signifikan dari yang diperkirakan dalam memengaruhi suasana hati, tingkat stres, dan kesejahteraan psikologis secara keseluruhan. Asosiasi ahli gizi olahraga Indonesia (ISNA) menyatakan bahwa jumlah keju yang dikonsumsi memiliki hubungan kuat dengan kondisi kesehatan mental seseorang.

"Konsumsi keju berhubungan dengan kesehatan mental. Kenapa bisa? Jawabannya adalah yang pertama pada keju itu ditemukan ada bakteri asam laktat," kata Ketua Pengurus Pusat ISNA (PP-ISNA) Periode 2018-2024 Dr. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes dalam temu media di Jakarta, Rabu (4/6/2025).

Baca Juga

Ahli gizi itu mengatakan kehadiran bakteri asam laktat dengan spesies Lactobacillus itu ditujukan untuk meningkatkan cita rasa dari proses pembuatan keju. Apabila keju tidak dipanaskan sebelum dikonsumsi dan langsung disantap sebagai camilan, maka bakteri itu akan langsung diterima dengan baik oleh saluran pencernaan.

Ia menyebut organ pencernaan adalah otak kedua manusia. Kehadiran bakteri itu akan membuka komunikasi homeostatik dua arah yang melibatkan jalur persyarafan otak. Komunikasi itu akan memodulasi perasaan, kognitif dan emosi.

Bakteri akan menstimulasi otak untuk mengeluarkan hormon yang membuat seseorang merasa bahagia. Selain itu keju juga mengandung protein tinggi yang kebanyakan berjenis tirosin dan peptida bioaktif yang dapat meningkatkan produksi hormon dopamin.

Secara singkat ia menggambarkan bahwa di Indonesia, kebanyakan orang memancing hormon dopamin melalui makanan dan minuman manis. Sejak usia 10 tahun orang Indonesia sudah mengonsumsi makanan dan minuman manis lebih dari dua kali per hari.

Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, anak usia 10-14 tahun yang mengonsumsi gula, sirup, konfeksioneri dan olahannya mencapai 42,90 persen. Kondisi tersebut sangat disayangkan karena dapat menyebabkan orang-orang terkena penyakit seperti diabetes maupun obesitas. Orang Indonesia, katanya, juga gemar menggoreng bahan makanan yang mengandung lemak seperti keju.

"Tidak semua lemak itu jahat, lemak itu banyak yang baik, cuma kita dapatnya jahat karena kita hobi makan gorengan. Lemak sebaik apapun kalau sudah digoreng pasti jadi jahat," kata Rita.

Padahal keju mengandung lemak linoleat yang berperan penting pada kemampuan kognitif, persyarafan otak untuk mengontrol emosi dan bekerja dengan baik. "Kalau ada camilan praktis yang bisa menggantikan itu, maka tentu kita dukung, kita apresiasi untuk bisa meminimalkan efek penyakit yang akan muncul," ujar Rita.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement