Sabtu 07 Jun 2025 13:53 WIB

Madleen Kulab, Nelayan Perempuan Gaza yang Jadi Inspirasi Kapal Kemanusiaan Dunia

Kapal Madleen membawa 12 aktivitas internasional termasuk Greta Thunberg menuju Gaza.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Madleen, kapal layar milik LSM Freedom Flotilla, ditambatkan sebelum berangkat dari pelabuhan San Giovanni Li Cuti menuju Gaza, di Catania, Italia, 01 Juni 2025.
Foto: EPA-EFE/ORIETTA SCARDINO
Madleen, kapal layar milik LSM Freedom Flotilla, ditambatkan sebelum berangkat dari pelabuhan San Giovanni Li Cuti menuju Gaza, di Catania, Italia, 01 Juni 2025.

AMEERALIFE.COM,  JAKARTA — Kapal Madleen, yang membawa 12 aktivitas internasional termasuk Greta Thunberg, tengah berlayar menuju Gaza dalam upaya menembus blokade Israel dan menyalurkan bantuan kemanusiaan bagi warga sipil. Namun tak banyak yang tahu, nama kapal itu terinspirasi dari satu-satunya nelayan perempuan di Jalur Gaza yaitu Madleen Kulab.

Siapa Madleen Kulab? Madleen (kini 30 tahun), telah melaut sejak usia 15 tahun mengikuti sang ayah. Seiring bertambah usia, Madleen berlayar tanpa rasa takut untuk menangkap ikan yang kemudian ia jual di pasar lokal demi menghidupi keluarganya. Karena itulah, sosoknya dikenal di kalangan nelayan bahkan aktivitas internasional.

Baca Juga

Selain menangkap ikan, Madleen juga dikenal sebagai juru masak andal. Hindangan berbagai ikan segar, khususnya sarden (ikan khas Gaza) menjadi favorit banyak orang. Ia bahkan memiliki daftar pembeli tetap yang menunggu hasil tangkapannya.

Namun kini, ia dan suaminya Khadee Bakr, yang juga bekerja sebagai nelayan, tak bisa lagi melaut. Kapal-kapal mereka hancur di bom Israel, begitu pula seluruh perlengkapan nelayan yang mereka simpan.

Yang paling menyedihkan, ayah Madleen meninggal dalam serangan udara Israel dekat rumah mereka pada November 2023. Madleen yang saat itu sedang hamil tua kemudian mengungsi ke Khan Younis, lalu Rafah, Deir el-Balah, dan Nuseirat. Kini, Madleen bersama suami dan anak-anaknya kembali ke puing-puing rumah mereka di Kota Gaza.

“Kami kehilangan segalanya, hasil kerja keras seumur hidup,” kata Madleen seperti dikutip dari laman Al Jazeera, Sabtu (7/6/2025).

Kehilangan ini bukan sekadar kehilangan penghasilan, namun jati dirinya sebagai nelayan. Bahkan, ia kehilangan kesenangan sederhana yaitu makan ikan. “Dulu kami bisa makan ikan sampai 10 kali sepekan. Sekarang ikan sangat mahal, kalaupun ada. Hanya sedikit nelayan yang masih punya peralatan dan mereka mempertaruhkan nyawa untuk menangkap ikan,” ujar Madleen.

Madleen kemudian mengingat momen saat dia melahirkan di tempat pengungsian di Khan Younis pada November 2023. Ia mengatakan persalinan kala itu sangat menyakitkan.

“Persalinannya sangat sulit dan brutal. Tanpa obat penghilang rasa sakit, tanpa perawatan medis. Saya terpaksa keluar dari rumah sakit segera setelah melahirkan karena tidak ada ranjang tersisa akibat banyaknya korban luka,” kata dia.

“Saat di pengungsian saya harus tidur di lantai dengan bayi yang baru lahir. Itu sangat melelahkan secara fisik,” ujar Madleen.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement