Kini, Madleen dan suaminya pun menghadapi kesulitan mengurus empat anaknya yang masih kecil, akibat blokade Israel yang ketat di wilayah Gaza. Madleen mengatakan bahwa dia kekurangan susu bayi, popok, dan bahan makanan lainnya.
“Kata ‘sulit’ rasanya tak bisa lagi menggambarkan perasaan saya. Tak ada kata yang sebanding dengan penghinaan, kelaparan, dan kengerian yang kami alami dalam perang ini,” kata Madleen.
Dalam wawancara terbaru bersama Al Jazeera, Madleen mengaku sangat terharu saat mengetahui bahwa kapal kemanusiaan yang hendak menembus blokade Israel di Gaza akan dinamai Madleen. “Saya sangat terharu. Saya merasa memiliki tanggung jawab besar dan kebanggaan. Saya juga berterima kasih ke para aktivitas yang telah mengabdikan diri, meninggalkan kenyamanan hidup mereka, dan berdiri bersama Gaza meski penuh risiko,” kata Maldeen.
Ia pun mengaku khawatir otoritas Israel tidak akan membiarkan kapal itu mencapai Gaza. “Dicegat saja sudah buruk. Tapi yang lebih saya khawatirkan adalah kemungkinan penyerangan langsung, seperti yang terjadi pada kapal Turki Mavi Marmara tahun 2010,” kata dia.
Namun apapun yang terjadi, Madleen yakin pesan dari misi kemanusiaan ini telah tersampaikan ke khalayak global. “Ini adalah seruan untuk menghentikan diamnya dunia, untuk menarik perhatian global terhadap apa yang terjadi di Gaza. Blokade harus dihentukan dan perang ini harus segera berakhir,” ujar Madleen.