Prof Agus mengatakan transplantasi paru ini penting di Indonesia sebagai negara yang tengah melakukan transformasi di bidang kesehatan. Resiliensi layanan kesehatan di Indonesia menjadi salah satu hal yang penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat.
"Kita masih ingat betul berita-berita banyak orang berobat keluar negeri karena mutu dan layanan di Indonesia masih jauh. Berapa devisa negara habis untuk pembiayaan keluar negeri," tuturnya.
Oleh karena itu, lanjut Prof Agus, kegiatan-kegiatan yang menggunakan teknologi tinggi tentunya harus bisa dilakukan di Indonesia dengan kemampuan rumah sakit yang mampu melakukannya. Khusus untuk tahap awal transplantasi paru-paru, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengalokasikan subsidi anggaran untuk membiayai operasional tim medis untuk dua pasien penerima donor.
"Kami siapkan program untuk dua transplantasi paru-paru gratis," katanya.
Protokol lengkap transplantasi paru pun telah disusun. Peralatan dan obat-obat juga sudah tersedia.
Prof Agus mengungkapkan pasien transplantasi membutuhkan obat untuk membuat jaringan paru tetap terjaga. Obat yang hanya bisa diakses melalui Special Access Scheme (SAS) itu sudah didapat sejak awal 2023.
"Artinya, saat ini sebenarnya kami siap untuk melakukan transplantasi," ujarnya.