AMEERALIFE.COM, JAKARTA — Dokter Residen Gizi Klinik Universitas Indonesia (UI) dr Nadhira Afifa menyoroti masih banyaknya orang tua yang keliru dalam menerapkan pola makan anak. Orang tua hanya fokus pada asupan karbohidrat.
“Kalau lebih fokus ke karbohidrat karena makanan utama kita nasi. Jadi itu persepsi yang salah juga di orang tua dan masyarakat,” kata dr Nadhira Afifa saat ditemui usai acara kesehatan di Jakarta, Selasa (15/7/2025).
Ia menjelaskan, pola makan seperti itu tidak dianjurkan karena tidak memenuhi prinsip gizi seimbang. Nadhira mencontohkan kebiasaan konsumsi nasi yang dipadukan dengan mi instan, yang kerap dianggap sudah cukup bergizi oleh sebagian masyarakat.
“Kalau di daerah, mindset-nya itu masih fokus ke karbohidrat saja. Memang makanan utama kita nasi, tapi tetap harus gizi seimbang selalu,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa pola makan bergizi seimbang dapat mengikuti panduan Isi Piringku dari Kementerian Kesehatan, yang mencakup proporsi nasi, sayuran, lauk hewani, dan buah sebagai acuan praktis yang bisa diterapkan di rumah.
Menurut Nadhira, membiasakan pola makan sehat tidak harus dimulai dengan makanan mahal. Salah satu sumber protein hewani yang sederhana dan terjangkau adalah telur.
“Sesulit-sulitnya, bisa pakai telur saja. Telur satu butir itu sekitar Rp 2.000. Jadi, paling tidak, protein hewaninya bisa dari telur. Tiga kali sehari juga tidak masalah,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa untuk membentuk kebiasaan makan sehat pada anak, peran orang tua sangat penting. Perubahan pola makan tidak cukup hanya dengan menyuruh anak, melainkan harus dimulai dari seluruh anggota keluarga.
“Orang tuanya jangan cuma nyuruh doang, tapi harus punya kebiasaan makan dengan gizi seimbang juga. Sehingga anak bisa mencontoh, dan perilaku sehat itu diterapkan di satu keluarga, bukan hanya di anak saja,” tutur Nadhira.
Dokter lulusan Master of Public Health dari Harvard University itu juga menyarankan penerapan pola hidup sehat pada anak dibarengi dengan aktivitas fisik, seperti berjalan kaki ke sekolah, bermain kelompok, hingga berolahraga.
Ia menambahkan, hubungan keluarga yang harmonis juga sangat berpengaruh terhadap suasana hati dan kesehatan anak.
“Jadi, pastikan hubungan dengan orang tua dan anggota keluarga juga baik,” imbuhnya.