AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Kecap ikan merupakan salah satu bumbu masak yang cukup familiar di antara masyarakat Indonesia. Bakso ikan, tumis kangkung, seafood, hingga sushi, termasuk deretan makanan yang wajib menambahkan kecap ikan agar lebih lezat. Namun, sebagai seorang Muslim, tentu kita harus mewaspadai kehalalan kecap ikan. Lantas, apa titik kritis kehalalan dari kecap ikan?
Dikutip dari laman LPPOM MUI, Senin (12/6/2023), kecap secara umum berasal dari kedelai dan gandum yang difermentasi selama berbulan-bulan menggunakan mikroba yang bisa memecah protein maupun karbohidrat menjadi komponen sederhana. Mikroba yang terlibat dalam pembuatan kecap adalah jenis kapang Aspergillus, khamir Saccharomyces dan bakteri bacillus dan lactobacillus.
Pembuatan kecap dimulai dengan fermentasi koji, kultur campuran yang menggunakan kacang kedelai dan gandum sebagai medianya. Kedelai yang akan digunakan, direbus dulu untuk melunakkan jaringan, sedangkan gandumnya disangrai dengan suhu tinggi.
Fermentasi kemudian dilanjutkan dengan fermentasi garam atau yang lebih dikenal dengan fermentasi moromi. Ke dalam larutan koji yang sudah jadi, ditambahkan larutan garam dengan perbandingan 1:1 atau 1,5 bergantung kebutuhan. Fermentasi ini berlangsung selama enam sampai sembilan bulan sampai dihasilkan saus kedelai (bahan kecap setengah jadi).
Saus kedelai ini terdiri atas cairan dan padatan sisa sehingga perlu disaring untuk memisahkan cairan dengan padatannya. Cairan ini lalu dipanaskan atau di pasteurisasi untuk menghentikan seluruh proses fermentasi dan membunuh mikroba penyebab kerusakan dan kebusukan.
Mengingat proses pembuatan kecap yang begitu panjang dan rumit, terkadang pengusaha melakukan beberapa rekayasa yang kurang baik. Di antaranya dengan menambahkan perasa kecap, bahan pewarna, meskipun sebenarnya proses fermentasinya belum tuntas.
Selain itu, dalam pembuatan kecap ikan biasanya ditambahkan bahan kepala ikan untuk menambah rasa dan aromanya. Namun, juga ada yang menambahkan sumsum tulang binatang, kepala ayam, bahkan kadang-kadang darah hewan. Keberadaan tulang tersebut sebenarnya tidak menjadi masalah kalau tulang yang dimasukkan berasal dari hewan yang halal dan disembelih dengan cara halal. Namun, jika tidak jelas asal-usulnya, bisa menimbulkan masalah dalam kehalalan makanan.
Dari kemungkinan-kemungkinan tersebut, Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan konsumen untuk berhati-hati dalam memilih kecap. Janganlah memilih kecap jenis apa pun karena mempertimbangkan harga dan rasa saja, tapi juga dicermati kehalalannya.
“Jika tidak mau menanggung risiko mengonsumsi kecap yang tidak jelas kehalalannya, akan lebih aman jika kita memilih kecap kemasan yang telah bersertifikat halal MUI,” kata LPPOM MUI.