AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Roleplay atau bermain peran memang kerap dilakukan anak saat berinteraksi dengan teman sebaya. Namun, aktivitas itu menjadi berbahaya apabila dilakukan di media sosial dengan orang yang tidak dikenal, secara berlebihan, dan tak sesuai dengan usia.
Apa yang membuat anak bisa menjadi berlebihan dalam bermain roleplay di dunia maya, seperti yang sempat menjadi viral belakangan? Psikiater dari Pusat Kesehatan Jiwa Nasional RS Jiwa Marzoeki Mahdi Bogor, dr Lahargo Kembaren SpKJ, memberikan penjelasannya.
Dalam pertumbuhan dan perkembangan mental emosional dan psikologisnya, anak membutuhkan banyak hal. Itu termasuk komunikasi, informasi, interaksi, perhatian, kesempatan, kehangatan, pujian, apresiasi, juga cinta kasih.
"Apabila semua hal itu tidak dia dapatkan di dunia nyata dari orang tua, keluarga, teman, dan orang-orang sekitar, maka anak akan mencarinya di tempat lain yang menawarkan semua hal tadi," kata Lahargo kepada Republika.co.id, Rabu (28/6/2023).
Pakar kesehatan jiwa itu mengatakan bahwa gim, roleplay, media sosial, internet, dan gawai adalah cara singkat untuk mendapatkan berbagai hal tersebut. Sayangnya, ada banyak risiko dan konsekuensi negatif yang dapat terjadi, termasuk gangguan kesehatan jiwa.
Lahargo mewanti-wanti orang tua bahwa banyak pihak berusaha mendapatkan perhatian anak dan remaja di tengah era digital. Karena itu, orang tua perlu menerapkan pola asuh terbaik dan hadir dengan sepenuh hati bagi buah hati. "Tingkatkan atau upgrade skill menjadi orang tua, kasihi dan sayangi anak dengan segenap hati," kata Lahargo.
Jika orang tua mendapati anak berlebihan bermain roleplay di dunia maya, menurut Lahargo tidak perlu reaktif dengan langsung memarahi dan menyalahkan anak. Sikap itu hanya akan memperburuk keadaan serta ada banyak konsekuensi negatif.
Memang perlu bersikap responsif, tapi seimbangkan dengan menahan diri. Tarik nafas dalam-dalam, coba lihat situasi yang ada, lalu duduklah di samping anak dengan tenang. Tanyakan baik-baik pada anak tentang permainan yang sedang dimainkan.
Cari tahu seberapa jauh permainan itu memengaruhi diri anak, lantas berikan respons yang positif dan suportif untuk anak. Berbincanglah dari hati ke hati dengan anak untuk memberi tahu mengenai batasan yang ada dalam permainan.
Saat memang sudah diketahui roleplay yang ada sudah berlebihan, segera lakukan detoksifikasi digital pada anak. Berikan kesempatan anak untuk berjarak dengan permainannya selama beberapa waktu, sesuai kesepakatan yang dibuat dengan anak.
Orang tua perlu memberikan kegiatan pengganti yang membuat anak tetap nyaman. Misalnya, bermain bersama keluarga, jalan-jalan ke alam bebas, serta berolahraga, bernyanyi, dan mengerjakan pekerjaan rumah bersama dengan suasana ceria. "Lakukan secara konsisten dan berkelanjutan," kata Lahargo.