AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Di media sosial, kian banyak anak dan remaja yang mengumbar kehidupan pribadinya. Bahkan, sebagian dari mereka dengan blak-blakan menceritakan perilaku seks bebasnya, seolah itu hal yang lazim dan tak melanggar norma.
Mengapa mereka tak menanggap itu sebagai tabu, aib, dan sesuatu yang dilarang agama? Psikolog anak dan remaja Vera Itabiliana Hadiwidjojo menjelaskan anak dan remaja cenderung memikirkan reward atau kesenangan yang didapat alih-alih memikirkan konsekuensi jangka panjang ke depannya.
"Ditambah dengan adanya faktor-faktor lain seperti tidak adanya pendidikan seks yang tepat dan kurangnya pengasuhan dengan jalinan komunikasi yang baik serta penanaman nilai-nilai di dalam keluarga," kata Vera saat dihubungi oleh Republika.co.id, Jumat (7/7/2023).
Vera mengatakan bahwa remaja cenderung self-centered atau memikirkan diri sendiri. Mereka sedang membangun area teritorinya sendiri dengan nilai serta aturan yang mereka buat sendiri.
"Ini menyebabkan mereka membatasi intervensi dari luar berupa arahan orang lain atau aturan dari lingkungan," ujarnya.
Kecederungan tersebut, menurut Vera, membuat anak muda tak jengah melakukan "sayang-sayangan" di tempat umum. Mereka juga bersikap masa bodoh meski mendapat teguran dari orang sekitar.
Bagaimana agar anak terhindar dari perilaku negatif seperti itu? Vera mengatakan ayah dan ibu perlu bangun koneksi yang baik dengan anak sejak dini sehingga anak mudah menerima arahan dari orang tua.
Jalin komunikasi yang hangat dan terbuka sehingga anak nyaman bicara tentang apa saja, termasuk tentang seks. Lalu, dampingi anak dalam penggunaan media sosialnya.
Vera menyerukan agar orang tua mengawasi apa yang dikonsumsi anak berupa tontonan atau gim, apakah sesuai dengan usianya. Jangan ragu diskusi dengan remaja tentang apa yang sudah menjadi tren atau isu-isu penting lainnya, termasuk maraknya remaja yang melakukan seks pranikah.
Sementara itu, psikolog Adityana Kasandra Putranto mengatakan pandangan dan sikap masyarakat terhadap seks pranikah berbeda-beda. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk budaya, agama, pendidikan, dan perkembangan sosial.
Lebih lanjut, Kasandra menjelaskan bahwa beberapa alasan yang melandasi perubahan cara pandang dapat berdasar dari fenomena secara keseluruhan yang telah mengalami perubahan sosial dalam beberapa dekade terakhir, antara lain adalah perubahan nilai-nilai dan norma-norma mengenai seksualitas.
Lalu, kemajuan teknologi, terutama internet dan media sosial, telah memberikan akses yang lebih luas terhadap informasi dan pendapat tentang seksualitas. Kontrol sosial terhadap perilaku individu juga berpengaruh.
"Sementara itu, stigma terhadap seks pranikah telah berkurang secara bertahap. Beberapa orang mungkin merasa lebih nyaman untuk berbicara tentang pengalaman seksual mereka secara terbuka tanpa takut dihakimi atau dikecam oleh masyarakat sekitar," kata Kasandra mengutip Regenerus & Uecker (2011).