AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Kampanye gerakan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) kian gencar disebarluaskan lewat berbagai medium, termasuk melalui berbagai produk budaya pop, musik, buku, film, bahkan tayangan animasi. Bagaimana kita harus menyikapinya?
Psikolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Profesor Koentjoro, menyoroti bahwa gerakan LGBT telah berkembang pesat dibandingkan beberapa dekade silam. Jika dahulu hanya dikenal lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), kini ada tambahan LGBTQIA, termasuk queer, interseks, dan aseksual.
"Sebetulnya, mengapa mereka melakukan seperti itu, lewat banyak kegiatan pop culture? Kata kuncinya adalah butuh pengakuan," ujar Koentjoro saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (26/7/2023).
Menurut Koentjoro, dalam konteks menyikapi anggota kelompok LGBT yang mengalami penyimpangan terkait identitas gendernya, sebenarnya mereka perlu dipahami dan dibantu untuk kembali ke kodratnya. Namun, dalam konteks mereka menyebarkan gerakan tersebut, Koentjoro tidak setuju dan tidak menerimanya.
Sebab, LGBT bertentangan dengan hukum syariah agama, bertentangan dengan norma, juga bertentangan dengan kodrat alamiah manusia. Masalahnya, berbagai gerakan itu kian kencang, mendapat pendanaan dalam jumlah besar, dan berlindung di balik isu hak asasi manusia. Tetap saja, Koentjoro menyebut gerakan itu bukan kebenaran, hanya orang-orang yang memaksakan pembenaran.
Supaya tidak muncul pemakluman terhadap LGBT, utamanya yang digencarkan secara halus lewat buku, musik, budaya pop, dan sebagainya, menurut Koentjoro cukup sulit. Pasalnya, para penganut gerakan LGBT dia yakini akan terus berjuang menyebarkan pandangan tersebut.
Cara terbaik pencegahan paparan yang disampaikan Koentjoro adalah filter yang kuat untuk membentengi diri. Jauhkan berbagai paparan terkait konten LGBT. Jika tetap terpapar, seseorang perlu memiliki prinsip dan benteng agama yang kuat sehingga tidak mudah terpengaruh.
Dengan pendirian dan benteng kuat itu, kalaupun seseorang membaca sebuah buku dengan muatan LGBT atau paparan dalam bentuk lain, dia tidak akan tersentuh dengan aneka pemikiran dan pandangan yang menyimpang. Koentjoro juga menyoroti pentingnya pendidikan dalam keluarga.