AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Pembatasan periode waktu makan atau puasa intermiten aman dilakukan, tetapi tidak untuk semua orang menurut dokter Martha Rosana, SpPD dari Divisi Endokrin, Metabolik, dan Diabetes Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
"Intermittent fasting sebenarnya aman untuk banyak orang, tetapi tidak semua orang. Jadi ada beberapa kelompok yang kurang aman melakukan puasa atau intermittent fasting," kata Martha dalam seminar daring yang diikuti dari Jakarta, Sabtu (24/2/2024).
Martha mengatakan, puasa intermiten atau yang biasa disebut sebagai diet puasa di antaranya dapat membantu mengurangi berat badan melalui pengurangan asupan kalori total dan membantu mengontrol rasa lapar maupun kenyang.
Menurut dia, puasa intermiten juga dapat membantu memperbaiki kondisi metabolik berupa tekanan darah, kadar gula darah, kadar lemak, dan kolesterol darah. Juga mendukung upaya perubahan gaya hidup yang berkelanjutan dan upaya untuk berhenti merokok.
Namun demikian, Martha mengatakan, terdapat beberapa kelompok yang berisiko mengalami gangguan kesehatan apabila melakukan puasa intermiten.
Kelompok individu yang memerlukan perhatian khusus bila hendak mulai puasa intermiten. Yakni, ibu hamil, ibu menyusui, pasien diabetes, pasien penyakit refluks gastroesofageal (GERD) atau gastritis yang belum terkendali, pasien penyakit ginjal atau liver tahap lanjut, dan pasien dengan kondisi penyakit lainnya.
"Karena tentu saja kelompok ini harus memenuhi kebutuhan nutrisi. Kelompok ini tidak disarankan melakukan puasa sampai kondisinya benar-benar fit," kata Martha.
Martha menyampaikan, kelompok individu yang berisiko mengalami gangguan kesehatan disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter apabila hendak melakukan puasa intermiten.
Konsultasi dengan dokter diperlukan untuk memperoleh informasi terkait pemenuhan kebutuhan nutrisi, penggunaan obat-obatan, serta kondisi kesehatan guna menghindari risiko yang mungkin muncul akibat berpuasa.