AMEERALIFE.COM, SURABAYA -- Pakar psikologi klinis dan kesehatan mental Universitas Airlangga (Unair) Margaretha mengungkapkan, dalam riset yang ia lakukan terhadap remaja usia sekolah, sekitar 40 persen siswa pernah melihat atau terlibat di dalam perundungan.
Margaretha menyebut, masih banyak kesalahan pikir yang mengira perundungan adalah hal yang biasa terjadi di antara anak dan remaja, atau disamakan seperti perselisihan antar teman. Padahal, kata dia, perundungan adalah salah satu bentuk kekerasan yang berdampak buruk bagi kesehatan fisik dan mental korban, juga memperburuk kondisi psikologis pelaku.
"Perundungan adalah tindakan agresi, yaitu penggunaan kekerasan dari seseorang kepada yang lainnya. Artinya ada pelaku dan ada korban. Kekerasan digunakan secara berulang, bisa dalam bentuk fisik, verbal, emosional, eksploitasi ekonomi, dan penelantaran, serta juga bisa dilakukan secara online," kata Margaretha, Ahad (3/3/2024).
Di sosial media, kata Margaretha, seseorang bisa menggunakan identitas palsu dan merasa bisa menjadi siapa saja, serta melakukan apapun, termasuk trolling. Tipe orang seperti inilah yang biasanya melakukan perundungan online, atau cyber bullying.
Margaretha pun menjelaskan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seseorang menjadi pelaku perundungan. Salah satunya adalah karena mereka belajar menggunakan kekerasan dari rumah atau lingkungan interaksi sosial mereka.
"Jadi misalnya anak mengalami kekerasan di rumah. Apabila mereka tidak suka terhadap sesuatu, maka mereka akan memukul atau menggunakan kekerasan. Hal ini masuk dalam alam berpikirnya," ujarnya.
Faktor lingkungan juga mempengaruhi...