Selain itu, lanjut Fajry, anak-anak muda tersebut dibuatkan wadah untuk berekspresi melalui kegiatan positif. Yang suka musik, misalnya, diberikan pelatihan hadroh atau seni lainnya.
"Nanti saat lebaran, mereka diberi ruang untuk berekspresi," kata dosen musik itu.
Fajry optimistis upaya tersebut dapat memberikan dampak positif bagi para pelaku perang sarung ketimbang pembinaan yang dilakukan polisi selama ini dengan mengundang orang tua. Bahkan, setelah menjalani pembinaan dengan meminta maaf kepada orang tua masing-masing, tidak menutup kemungkinan suatu saat anak-anak tersebut akan melakukan perbuatannya lagi.
"Permasalahan sebenarnya bukan rasa bersalah mereka kepada orang tua, tapi kurangnya ruang untuk berekspresi. Jadi, berikan ruang untuk mengekspresikan hal-hal positif bagi remaja yang terlibat perang sarung, tawuran, dan sejenisnya," kata dia.