Penulis utama Antonio Mello mengatakan dalam penelitian lain mengenai kondisi ini, sebagian besar pasien dengan PMO tidak dapat menilai seberapa akurat visualisasi distorsi mewakili apa yang mereka lihat. Sebab, visualisasi itu sendiri juga menggambarkan wajah, sehingga mereka pun akan melihat distorsi pada wajah tersebut.
Lantaran pasien ini tidak melihat distorsi apapun pada layar komputer, para peneliti dapat memodifikasi wajah dalam foto tersebut. Pasien dapat secara akurat membandingkan seberapa mirip persepsinya terhadap wajah aslinya dengan foto yang dimanipulasi.
"Melalui proses ini, kami dapat memvisualisasikan persepsi pasien mengenai distorsi-distorsi wajah secara real-time," ujar Mello.
Para rekan penulis menyatakan bahwa beberapa peserta PMO telah menemui profesional kesehatan dan salah didiagnosis dengan kesehatan lain, seperti psikosis. Mereka berharap dengan dipublikasikannya kasus ini di jurnal Lancet akan dapat meningkatkan kesadaran akan kondisi tersebut.
"Kami telah mendengar dari banyak orang dengan PMO bahwa mereka telah didiagnosis oleh psikiater sebagai penderita skizofrenia dan diberi obat antipsikotik ketika kondisi mereka bermasalah dengan sistem visual," ujar Bard Duchaine, seorang profesor Ilmu Psikologi dan Otak serta peneliti utama di Dartmouth, AS.