Mayoritas berusaha sendiri yaitu 35,11 persen dan yang memiliki status karyawan seperti Rustinah dengan segala manfaatnya hanya mencakup 10 persen dari total pekerja lansia. Melihat fakta tersebut, perhatian terhadap pekerja lansia perlu menjadi perhatian tersendiri, ujar pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjuddin Noer Effendi.
Perekrutan pekerja lansia memiliki beberapa fokus yang perlu menjadi perhatian, termasuk melakukan seleksi ketat mengingat terdapat faktor kesehatan dan beban kerja yang berbeda dengan pekerja usia produktif.
Pemberdayaan lansia itu perlu dilakukan mengingat setelah periode bonus demografi yang mencapai puncaknya pada tahun 2030 maka Indonesia akan menghadapi potensi populasi yang menua.
Pemerintah sendiri sudah memiliki perhatian khusus terkait pemberdayaan lansia, dengan Kementerian Sosial yang mendorong produktivitas mereka, termasuk salah satunya lewat Program Pahlawan Ekonomi Nusantara yang ingin meningkatkan kemandirian finansial mereka.
Selain itu, Pemerintah juga mendorong pemberdayaan lansia mengingat angka harapan hidup di Indonesia yang terus meningkat. Dengan BPS melaporkan umur harapan hidup penduduk Indonesia mencapai 73,93 tahun pada 2023, naik dibanding 73,70 tahun pada 2022.
Melihat tren dunia usaha melibatkan lansia dalam perusahaan, Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos Pepen Nazaruddin menyampaikan apresiasinya karena terdapat kategori lansia potensial yang dapat merasakan periode karier kedua.
Banyak dari lansia yang masih dapat memberikan sumbangsih lebih kepada masyarakat jika mereka memang ingin bekerja, dibandingkan hanya berdiam di rumah. Jadi, lansia jelas bukan menjadi masalah sosial, melainkan potensi sosial. Para lansia yang tetap berkarya dan berkembang pada usia senja, mereka secara nyata memberikan kontribusi kepada masyarakat dan bangsa Indonesia.