AMEERALIFE.COM, JAKARTA – Anggota boyband Jepang ONE N ONLY, Kenshin Kamimura, ditangkap oleh polisi Hong Kong atas dugaan pelecehan seksual terhadap seorang penerjemah yang bekerja untuk grup tersebut. Kejadian pelecehan ini terjadi dalam sebuah acara fan meeting pada 1 Maret 2025.
Menurut laporan TBS News Dig, korban segera melaporkan kejadian tersebut ke polisi, yang kemudian menangkap Kamimura keesokan harinya. Sebuah foto yang diduga terkait dengan insiden itu juga sempat beredar di media sosial.
Atas kejadian ini, agensi Stardust Promotions langsung mengeluarkan pernyataan tegas dan mengumumkan pemutusan kontrak Kamimura. “Kami baru saja mengetahui adanya pelanggaran serius yang melibatkan Kamimura Kenshin. Oleh karena itu, ia tidak lagi menjadi anggota grup dan Stardust Promotions telah mengakhiri kontraknya,” demikian kata agensi tersebut seperti dilansir laman Unseen Japan, Kamis (6/3/2025).
Agensi juga menyampaikan permintaan maaf kepada semua pihak yang terdampak, termasuk para SWAG –nama fan club dari grup ONE N ONLY. “Kami sangat menyesal, dan dengan ini meminta maaf kepada para SWAG serta semua pihak yang terdampak atas pengumuman mendadak ini,” kata Stardust Promotions.
Dalam pengumuman tersebut, agensi juga menegaskan tur konser Live Tour 2025 ONE N ONLY tetap akan berlangsung dengan lima anggota. Agensi juga menetapkan tidak ada pengembalian dana untuk tiket yang telah dibeli.
Kasus ini semakin menambah daftar skandal di industri musik Jepang, yang sejak akhir tahun lalu telah diguncang oleh laporan dugaan pelecehan seksual oleh mantan anggota SMAP, Nakai Masahiro. Skandal tersebut menyebabkan stasiun televisi Fuji TV kehilangan banyak pengiklan akibat dugaan keterlibatan mereka dalam menutupi kasus ini.
Di sisi lain, keputusan cepat Stardust Promotions menunjukkan adanya perubahan dalam cara Jepang menangani kasus pelecehan seksual. Selama ini, banyak korban enggan melapor karena merasa aparat tidak akan menanggapi mereka dengan serius. Meski pernyataan Stardust mungkin terkesan formal, langkah ini menegaskan bahwa industri hiburan Jepang mulai menyadari bahwa melindungi predator seks tidak hanya merusak moral, tetapi juga bisnis mereka.