AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Konser musik, suara kendaraan, hingga speaker dengan volume tinggi seperti sound horeg berisiko meninggalkan dampak negatif yang serius bagi pendengaran. Dokter spesialis telinga hidung tenggorokan dari Universitas Indonesia, dr Luthfi Ari Wibowo, Sp.THT-KL, menguraikan langkah-langkah penting yang sebaiknya dilakukan jika seseorang terlanjur terpapar suara keras untuk mengurangi dampak negatifnya.
Menurut dr Luthfi, respons cepat sangat penting saat telinga terpapar suara yang terlalu keras, terutama bagi kelompok rentan seperti lansia dan bayi. "Jika sudah terlanjur terpapar terutama pada lansia atau bayi, langkah pertama yang bisa dilakukan adalah dengan menutup telinganya, minimal pakai jari atau pakai earplug yang lebih proper," kata Luthfi pada Jumat (25/7/2025).
Tindakan sederhana ini dapat mengurangi intensitas suara yang masuk ke telinga secara signifikan. Dia mengatakan paparan suara yang sangat keras, seperti dari speaker sound horeg bisa langsung merusak sel-sel rambut halus di koklea atau rumah siput telinga bagian dalam.
Koklea berfungsi sebagai pengatur penerimaan suara. Jika terpapar suara yang sangat keras, ia mengibaratkan kondisi tersebut seperti mendengar suara ledakan dari jarak dekat atau setara dengan lebih dari 120 desibel.
Suara sekeras ini dapat menyebabkan trauma akustik akut yang disertai dengan nyeri, telinga berdenging (tinitus), hingga pengurangan pendengaran mendadak. "Ini biasanya irreversible (tidak bisa dikembalikan) fungsinya terutama bila intensitasnya sangat tinggi dan tanpa pelindung telinga," ujar dr Luthfi.
Selain tindakan darurat, ada langkah-langkah pencegahan dan perhatian khusus yang perlu diterapkan untuk menghindari kerusakan pendengaran lebih lanjut. Dia menyarankan untuk segera menjauhkan diri dari area sumber suara yang keras sejauh satu sampai dua meter. Langkah ini dapat menurunkan intensitas suara secara signifikan dan mengurangi risiko kerusakan.
Ia menjelaskan, paparan suara keras dalam waktu lama, seperti pada konser, mendengar sound horeg dari jarak dekat, atau berada di klub malam lebih dari dua jam, dengan intensitas suara yang dihasilkan setara sekitar 90-110 desibel, bisa menyebabkan pendengaran terasa berkurang sementara dan telinga berdenging (tinitus). Jika kebiasaan ini dilakukan secara berulang, efeknya bisa menjadi permanen, menyebabkan menurunnya ambang dengar seseorang seiring dengan waktu.
Dia juga menekankan perhatian khusus pada bayi dan anak-anak. Jika ada bayi di area bising, segera jauhkan dari lokasi. Jika memungkinkan, pakaikan penutup telinga khusus bayi seperti earplug atau earmuffs. "Pada anak yang jelas hindari paparan suara tinggi termasuk di sini mainan yang suaranya keras," ujarnya.
Seseorang yang terkena paparan sound horeg dan merasakan gejala seperti denging, rasa penuh, pengurangan pendengaran, disarankan untuk langsung konsul ke dokter THT. Beberapa tanda jangka panjang dari paparan suara keras secara terus-menerus yang perlu diwaspadai antara lain telinga berdenging untuk waktu yang sangat lama dan kesulitan memahami percakapan, terutama di lingkungan bising.
Selain itu, bisa juga muncul gangguan keseimbangan jika kerusakan terjadi di area pusat keseimbangan telinga atau di Vestibular. Luthfi juga menekankan bahwa dampak ini bersifat progresif dan tidak bisa dikembalikan, karena sel rambut koklea tidak bisa beregenerasi sendiri.
